Kubayangkan, anak- anak SMP itu kan sudah remaja. Tinggi dan besar badannyapun beda jauh dengan murid kelas 3 SD. Dan walau main bolanya sekedar untuk melewatkan jam istirahat, tapi gaya main bola murid SMP jelas akan berbeda dengan gaya main bola anak kelas 3 SD. Bisa jadi, adanya anak yang jauh lebih kecil dari mereka yang turut bermain membuat mereka harus melambatkan tempo permainan.Â
Tapi itulah memang justru aku rasa tujuannya. Itu mengapa sekolah tersebut justru tak membuat sekat dan membebaskan murid-murid untuk bermain dan bergaul dengan murid lain dari tingkatan yang berbeda- beda. Sebab dengan begitu, kembali mereka mengajarkan pada anak- anak untuk bisa memahami dan menerima perbedaan dan melatih rasa empati.Â
Aku mencatat dua peristiwa yang kuceritakan di atas tentang apa yang terjadi di balik panggung pentas kesenian dan di lapangan bola sekolah itu di dalam hatiku. Kedua peristiwa itu secara sederhana dan nyata sudah menunjukkan contoh tentang pendidikan karakter yang dibentuk oleh sekolah itu dalam tindakan dan pergaulan sehari- hari di sekolah…
p.s. Tulisan terkait :Â Full Day School, Bukan Semata Tentang Jumlah Jam di Sekolah
( bersambung lagi, yaaa... )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H