Tak pernah juga kucela jenis atau rasa makanan itu. Aku memilih apa yang kira- kira sesuai dengan lidahku. Yang tak sesuai, tak kuambil. Begitu saja. Toh dengan cara itupun, masih sangat banyak jenis makanan yang bisa kunikmati.
Aku juga tak lagi berhitung, akan berapa lama perjalanan ditempuh, misalnya. Secara mental sudah kusiapkan bahwa ada saat- saat dimana begitu banyak orang bergerak ke arah yang sama, maka kemacetan pastilah terjadi.
Ada insiden ketika bus kami menabrak bus yang berada di depan kami saat kami dalam perjalanan dari Madinah menuju Mekah. Kuterima saja kejadian itu. Alhamdulilah kami semua selamat. Saat tabrakan itu terjadi, kaca belakang bus di depan kami hancur tapi bus kami sendiri utuh.
Tentu saja perjalanan menjadi terhambat. Kami harus berhenti terlebih dahulu ketika insiden itu diperiksa oleh para petugas. Tapi kunikmati saja itu sebagai rehat. Saat menanti, kami turun dari bus dan berjalan- jalan sedikit melemaskan kaki.
***
Bagiku sendiri, menurunkan harapan yang hubungannya dengan akomodasi, makanan, transport dan sebagainya itu sungguh menimbulkan efek baik. Sebab hal tersebut menghemat energi. Mengurangi keluhan, dan menimbulkan banyak rasa syukur jika ternyata apa yang diperoleh itu bagus.
Kembali ke cerita tentang Mina, dan Arafah...
Di Mina dan Arafah, kami akan tinggal di dalam tenda.
Aku, sekali lagi, tak hendak berebut. Bagiku, sepanjang masih mendapatkan kasur, aku akan bersyukur. Itu saja.