Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Kenangan Ibadah Haji: Tentang Akomodasi, Tenda dan Kasur di Mina dan Arafah

8 September 2016   00:08 Diperbarui: 8 September 2016   08:06 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mina.. Arafah..

PASRAH.. pasrah.. pasrah.

Ikhlas.. ikhlas.. ikhlas.

Itu adalah hal- hal yang senantiasa kuingatkan pada diriku sendiri selama menunaikan ibadah haji, dua tahun yang lalu.

Telah kubaca banyak cerita. Telah kudengar banyak riwayat.

Ibadah haji merupakan ibadah dimana jutaan orang berkumpul pada suatu waktu tertentu di tempat yang sama. Bisa dibayangkan suasananya.

Maka kuingatkan diriku sendiri, untuk fokus pada tujuan keberangkatan kami – aku dan suamiku – ke Tanah Suci. Niat kami beribadah. Itu saja. Sepanjang tujuan beribadah itu tercapai, aku sudah akan mensyukurinya. Semua yang lain diluar itu, aku upayakan agar tak terlalu menjadi pikiran.

Jenis makanan, kendaraan, fasilitas, tak lagi menjadi pikiranku.

Dan itulah yang aku lalukan setibanya di Tanah Suci, bahkan sejak mendarat di Madinah.

Soal makanan misalnya, aku tak pernah mau repot- repot memusingkan jenis makanan, atau antri makanan. Tak pernah berminat untuk hadir di ruang makan lebih awal agar menu masih lengkap.

Aku berangkat ke ruang makan sesempatnya saja. Dan faktanya, makanan itu toh selalu ada tersedia. Dengan beragam macam bentuknya.

Tak pernah juga kucela jenis atau rasa makanan itu. Aku memilih apa yang kira- kira sesuai dengan lidahku. Yang tak sesuai, tak kuambil. Begitu saja. Toh dengan cara itupun, masih sangat banyak jenis makanan yang bisa kunikmati.

food-mina-rumahkayu-57d042f58f7a6102516ba050.jpg
food-mina-rumahkayu-57d042f58f7a6102516ba050.jpg
Soal kamar, juga tak kupusingkan. Menghadap mana atau mana, tak kuperhatikan. Apa fasilitasnya, tak juga kuhiraukan detailnya. Maka, ketika kudapati bahwa kamar kami di Mekah begitu bessarrrr, dan jendelanya bahkan menghadap ke Masjidil Haram, padahal aku tak pernah menaruh harapan itu di dalam hatiku, yang ada adalah rasa syukur yang berlimpah- limpah..

Aku juga tak lagi berhitung, akan berapa lama perjalanan ditempuh, misalnya. Secara mental sudah kusiapkan bahwa ada saat- saat dimana begitu banyak orang bergerak ke arah yang sama, maka kemacetan pastilah terjadi.

Ada insiden ketika bus kami menabrak bus yang berada di depan kami saat kami dalam perjalanan dari Madinah menuju Mekah. Kuterima saja kejadian itu. Alhamdulilah kami semua selamat. Saat tabrakan itu terjadi, kaca belakang bus di depan kami hancur tapi bus kami sendiri utuh.

Tentu saja perjalanan menjadi terhambat. Kami harus berhenti terlebih dahulu ketika insiden itu diperiksa oleh para petugas. Tapi kunikmati saja itu sebagai rehat. Saat menanti, kami turun dari bus dan berjalan- jalan sedikit melemaskan kaki.

***

Bagiku sendiri, menurunkan harapan yang hubungannya dengan akomodasi, makanan, transport dan sebagainya itu sungguh menimbulkan efek baik. Sebab hal tersebut menghemat energi. Mengurangi keluhan, dan menimbulkan banyak rasa syukur jika ternyata apa yang diperoleh itu bagus.

Kembali ke cerita tentang Mina, dan Arafah...

Di Mina dan Arafah, kami akan tinggal di dalam tenda.

tenda-arafah-2014-rumahkayu-57d042be5a7b61b941579ddd.jpg
tenda-arafah-2014-rumahkayu-57d042be5a7b61b941579ddd.jpg
Sudah kudengar sebelumnya banyak ‘strategi’ dari para jamaah tentang bagaimana mendapatkan posisi kasur yang enak selama berada di tenda. Ada beberapa jamaah yang sudah saling berjanji dengan beberapa jamaah lain untuk menyegera masuk ke dalam tenda dan lalu menandai beberapa kasur agar mereka bisa mendapatkan tempat berdekatan.

Aku, sekali lagi, tak hendak berebut. Bagiku, sepanjang masih mendapatkan kasur, aku akan bersyukur. Itu saja.

Walau, bukan tak ada kekhawatiran. Bukan tentang akomodasi, tapi... sejujurnya, ada sekelompok jamaah dalam rombongan yang menurut pendapatku ketika itu terlalu ‘ramai dan hura-hura’. Juga terlalu banyak complaint ini dan itu. Banyak hal yang tak kusetujui dari sikap dan pendapat mereka.

Padahal, sungguh aku tak ingin ada pertengkaran serta  perdebatan selama berada di Tanah Suci. Sebab itu akan mengganggu hatiku. Akan mengurangi kekhusyukanku beribadah.

Selama berada di Madinah, Mekah, dan juga di apartemen transit, agak mudah menghindari  jamaah semacam itu. Sebab kami tak selalu bersama sama. Kami ada di kamar- kamar yang berbeda. Ketika berada di acara bersama atau di ruang untuk umum, kami bisa memilih tempat yang tak terlalu berdekatan.

Tapi di tenda, bagaimana menghindarinya? Tenda itu kecil, tanpa sekat, maka Jika letak kasur kami kebetulan berdekatan, selama berhari- hari aku akan dikelilingi hal- hal yang tak kusetujui itu.

Duh!

tenda-tenda-di-padang-arafah-57d0b3e440afbd6d7ff87b4b.jpg
tenda-tenda-di-padang-arafah-57d0b3e440afbd6d7ff87b4b.jpg
Sejujurnya aku agak risau. Mina dan Arafah merupakan tempat dimana puncak dari kegiatan kami berhaji akan dilakukan. Aku sungguh ingin bahwa hari- hari tersebut dilalui dengan damai dan tanpa kegelisahan.

Tapi kembali, kupasrahkan saja tentang apa yang akan terjadi pada Dia Sang Maha Cinta.

Aku berdoa dalam hati, semoga Dia mengijinkan hari- hari yang akan kujalani di Mina dan Arafah dilalui dengan mudah dan menyenangkan. Semoga aku dikelilingi oleh orang- orang yang sabar dan menyejukkan hati.

Begitu saja pintaku padaNya.

Dan..

Sekali lagi Dia yang Maha Baik menunjukkan kemurahanNya.

Setiba di Mina, aku merupakan satu dari beberapa orang yang terakhir masuk ke dalam tenda. Sebab seperti biasa, aku turun perlahan- lahan saja dari bus. Lalu kemudian, saat hendak menyeberang jalan, aku dan suamiku berjalan bersama satu nenek sepuh berusia sekitar sembilan puluhan tahun. 

Putra nenek tersebut yang juga serombongan dengan kami masih sibuk menurunkan beberapa barang dari bus. Maka dengan sebelah tangan suamiku menggandeng nenek tersebut, sementara tangannya yang lain menggandengku kami ketika menyeberang jalan menuju tenda.

Ketika kami masuk ke dalam tenda, hampir semua kasur sudah berpenghuni. Kami akan harus mengambil apapun yang tersisa, tak bisa memilih lagi. Tapi…

Begitulah.

Allah Maha Mengatur.

kasur-di-tenda-mina-rumahkayu-57d04623589373ee74e3cd0b.jpg
kasur-di-tenda-mina-rumahkayu-57d04623589373ee74e3cd0b.jpg
Tanpa harus berebut, kudapati ternyata masih ada tiga kasur yang berjejer kosong. Cukup bagi nenek yang menyeberang bersamaku, aku dan seorang jamaah lain yang sudah kukenal baik sebelumnya sejak di tanah air untuk mendapatkan tempat berdampingan.

Maka, damailah hari- hariku di Mina (dan juga, kelak, di Arafah), bahkan tanpa aku harus berebut.

Nenek yang kuceritakan ini berpembawaan periang, gigih sekaligus easy going, dan mudah tertawa. Sementara jamaah lain yang sudah kukenal sejak di tanah air itu penyabar. Selama di Mina, dan beberapa hari kemudian di Arafah, kasurku terapit oleh kedua orang tersebut. Hatiku damai, tenang, tak terganggu oleh kerusuhan yang tak perlu.

pendingin-udara-di-arafah-rumahkayu-57d0b977ed9273675c37e46c.jpg
pendingin-udara-di-arafah-rumahkayu-57d0b977ed9273675c37e46c.jpg
Kudapati kemudian setelah itu, bukan hanya kedua orang di kanan kiriku, tapi orang- orang yang berada di sekitar kasurku mayoritas adalah orang- orang yang tenang dan tidak rewel. Sungguh menyenangkan.

Lalu bagaimana tentang lokasi kasur? Adakah kasur yang seadanya dan tak kami pilih lokasinya itu tak enak letaknya?

Oh tidakkk, malah sebaliknya.

Terbukti kemudian, kasur yang tersisa yang justru tak dipilih oleh jamaah lain itu nyaman. Lokasinya ‘terkunci’ di antara susunan kasur lain sehingga tak terlalu banyak orang lalu lalang di depan kami. Selain itu, ada AC yang berfungsi baik persis di hadapan kasur tersebut, yang terus menerus menebarkan kesejukan.

suasana-di-arafah-2014-rumahkayu-57d045e140afbdbd6faa0045.jpg
suasana-di-arafah-2014-rumahkayu-57d045e140afbdbd6faa0045.jpg
Soal AC ini, entah bagaimana, rupanya tak semua AC di dalam tenda berfungsi baik. Ada AC lain di dalam tenda yang ternyata tak mengeluarkan udara dingin yang cukup. Dikotak- katik beberapa kali, tetap saja begitu.

Dan oh, entah kebetulan atau tidak, tapi ternyata deretan kasur yang terdekat dengan AC yang tidak berfungsi baik itu justru diisi oleh orang- orang yang sangat pemilih, yang justru sejak awal berusaha mencari posisi paling enak di tenda. Orang- orang yang justru sebelumnya bahkan selama di Madinah dan Mekah juga sudah sering mengeluhkan ini dan itu tentang akomodasi.

Selain ternyata AC-nya tidak dingin, selama di Mina lokasi kasur mereka juga sering sekali menjadi tempat lalu lalang orang lewat. Ini jelas mengurangi kenyamanan. Maka bisa diduga, selama di Mina, terus terdengar keluhan dan protes mereka...

***

Kuperhatikan semua yang terjadi. Kembali, kuresapkan semuanya ke dalam hati.

Sekali lagi aku berpikir, manusia bisa ingin mengatur ini dan itu, tapi Allah-lah yang mengatur segalanya. Siapa sangka, apa yang dipilih itu ternyata tak berujung seperti harapan, sementara yang tak memilih malah memperoleh kenyamanan?

jamaah-haji-tidur-di-trotoar-rumahkayu-57d0426782afbdf875a8da91.jpg
jamaah-haji-tidur-di-trotoar-rumahkayu-57d0426782afbdf875a8da91.jpg
Namun sungguh, selama di Mina dan Arafah itu, ada banyak rasa yang bercampur di dalam hati. Di satu pihak aku bersyukur atas ketenangan dan kenyamanan yang kuperoleh di dalam tenda, tapi di pihak lain aku betul- betul merasa tertampar. 

Di Mina itulah, ketika aku bisa tinggal di tenda yang nyaman, dengan makanan dan minuman berlimpah, ternyata kudapati ada banyak jamaah haji yang tidur sekedarnya di trotoar di tepi jalan,di dekat deretan tenda nyaman kami, demi berada dekat dengan lokasi untuk melempar jumroh.

tenda-di-sekitar-terowongan-mina-rumahkayu-57d0b88ed493735a3e5b5588.jpg
tenda-di-sekitar-terowongan-mina-rumahkayu-57d0b88ed493735a3e5b5588.jpg
Ya Allah.. ya Allah.. air mataku tak henti mengucur melihatnya. Ah, masihkah berani mengeluh ketika kita sudah menyaksikan semua itu?

p.s. Tulisan terkait: Suatu Pagi di Mina, Ketika Diri ini Terasa Begitu Kecil (Refleksi dari Perjalanan Haji)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun