Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Harapan Berbakti Membangun Negeri di Tanah Air

17 Agustus 2016   19:44 Diperbarui: 9 Februari 2017   10:35 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari yang dingin, di Tokyo, saat bunga sakura mulai menyembul di sana-sini.

KAMI, aku dan adikku, bercakap-cakap sambil berjalan kaki.

“Jadi, gimana,“ tanyaku kepadanya, “Mau terus di sini atau pulang?“

Adikku menggeleng.

“Nggak, Mbak,“ katanya, “Aku pulang saja.“

Kami ada di sebuah kampus institut teknologi di Tokyo ketika itu. Percakapan yang kami lakukan adalah tentang rencananya ke depan, apakah akan menerima tawaran untuk terus mengajar di kampus di Tokyo tersebut atau pulang ke Tanah Air.

Sudah tampak sangat cerdas sejak masih kecil, adik ini sering sekali diminta mewakili sekolah untuk lomba cerdas cermat. Kecemerlangannya berlanjut hingga sekolah menengah dan di universitas. Dia diterima di perguruan tinggi negeri terkenal di kota kelahiran kami tanpa tes.

Lulus S-2 dengan cum laude, adikku ini kemudian memperoleh beasiswa untuk meneruskan pendidikan Doktoralnya di sebuah negara di Eropa. Dalam usia 30 tahun, dia memperoleh gelar Doktor di bidang aeronautika. Setelah itu, dia masih terus tinggal di negara tersebut selama beberapa tahun untuk melakukan post doctoral research.

Mudah diduga, dengan kecemerlangan otaknya, tawaran untuk tetap tinggal dan bekerja di negara tempatnya memperoleh gelar doktor diberikan kepadanya. Dia juga menerima tawaran dari sebuah negara maju lain. Diterimanyakah tawaran itu? Tidak. Adikku tak menerimanya. Dia sudah bertekad untuk pulang ke Indonesia. Untuk berkarya di Indonesia. 

Lalu mengapa kemudian dia sampai ada di Tokyo? Karena, tekadnya untuk kembali ke Indonesia, lalu mengajar menjadi dosen di almamaternya, tak semudah itu bisa terwujud. Ada perubahan status perguruan tinggi di tahun saat dia kembali ke Indonesia itu, yang menyebabkan dihentikannya penerimaan dosen baru. Jikapun ada, status kepegawaiannya tidak jelas.

Kusaksikan sendiri bagaimana adikku (dan beberapa Doktor lain lulusan luar negeri ), pada saat itu dengan nekatnya tetap teguh melanjutkan niatan mereka kembali ke almamater. Tak perduli bahwa sebenarnya mereka tidak secara resmi tercatat namanya di perguruan tinggi tersebut. Tak juga peduli bahwa bahkan untuk menggaji mereka, sebab nama mereka tak ada dalam daftar resmi, perguruan tinggi tersebut harus menyisihkan dana dari sana dan sini. Dan itu bukan berlangsung sehari dua hari, bukan seminggu dua minggu. Kondisi seperti itu berjalan sampai hitungan tahun!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun