Waduh.
Itu bukan urusan sederhana.
Kota dimana aku dan suamiku tinggal saat itu bukan kota asal kami.  Tak ada orang tua, atau saudara dekat kami tinggal di kota yang sama. Kami ketika itu bahkan belum terlalu familiar dengan kondisi kota tersebut, dan belum pula memiliki langganan dokter anak,  padahal ada kemungkinan bayi  ini akan perlu perawatan ekstra di saat- saat imunisasinya.
 Maka perundingan keluarga dilakukan. Tujuan utamanya tentu saja keamanan, kesehatan dan keselamatan sang bayi..
Keputusan dibuat, bayi kami akan tetap tinggal bersama kedua orang tuaku sementara saat cutiku melahirkanku habis, aku akan kembali ke kota dimana aku dan suamiku tinggal, sebab aku harus kembali bekerja.
Deal.
Semua senang. Kami senang sebab merasa itulah keputusan paling aman untuk bayi kami. Kedua orang tua kami juga senang dititipi cucu pertama untuk dirawat.
Masalah yang timbul kemudian adalah, bagaimana dengan ASI untuk bayi itu? Sebab dengan diambilnya keputusan tersebut, berarti aku dan bayiku akan terpisah jarak sekitar 200 Kilometer!
ASIku sendiri, Alhamdulillah, mengalir banyak dan aku sungguh tak ingin menyia- nyiakan hal tersebut.
Saat bayi kami lahir, kampanye ASI eksklusif meliputi periode empat bulan, bukan enam bulan seperti saat ini. Dan sungguh aku ingin memberikan ASI eksklusif itu paling sedikit sampai empat bulan sebelum bayi kami memperoleh makanan tambahan, lalu juga tetap ingin memberikan ASI itu kemudian selama mungkin bahkan setelah dia mendapatkan makanan tambahan.
Maka..