***
Dua kejadian itu sudah lama terjadi. Bertahun lalu. Eh ndilalah... rupanya bahkan sekarang pun cerita yang sama masih ada.
Asisten rumah tangga kami seorang janda.Â
Anaknya yang besar sudah berkeluarga. Anak keduanya kelas 3 SMP. Dibiayai sekolahnya oleh ayahnya, mantan suami asisten rumah tangga kami itu.Â
Dan beberapa hari yang lalu, anak perempuan ini menelepon ibunya yang bekerja di rumah kami sambil menangis-nangis. Ayahnya marah padanya. Sebab anak ini rupanya tertidur saat seharusnya menjaga warung sate milik sang ayah. Ayahnya juga tertidur saat itu. Mereka berdua sama-sama tertidur. Tapi sang ayah marah besar pada anaknya dan berujung pada keputusan bahwa ayahnya itu tak lagi mau membiayai sekolah sang anak.
Ealah... Ya sudah. Kami katakan pada asisten rumah tangga kami untuk menyampaikan pada anaknya agar selulus SMP ini tetap mendaftar ke SMK. Biar kami yang membiayai.Â
Soal biaya, kami ikhlas. Yang bikin gemas adalah... aduuhhh... bagaimana yaaaa agar ada kesadaran para orangtua agar tak semudah itu memutuskan anak-anak untuk keluar dari sekolah.
Aku yakin, kejadian di mana anak-anaknya sendiri masih mau sekolah tapi orangtuanya dengan beragam alasan memutuskan agar anak tak usah lagi melanjutkan sekolah ada banyak terjadi. Kejadian yang kami lihat ini mungkin hanya sedikit contoh dari ribuan atau bahkan jutaan kasus lain.
Prihatin... prihatin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H