Dulu, orangtuaku pernah membiayai seorang anak yang sekelas dengan adikku saat duduk di bangku SD. Anak ini juara umum di SD yang termasuk SD unggulan di kota kami. Sangat cerdas, adikku yang sekelas dengannya saja tak pernah bisa menandingi nilai-nilai yang diraih kawannya itu. Ayah kawan adikku itu adalah pengumpul barang bekas. Sehari-hari menarik gerobak mengumpulkan barang-barang itu.
Lulus SD, oleh orangtuaku, anak ini didaftarkan ke SMP yang sama dengan SMP tempat adikku bersekolah. Sayangnya, menginjak semester 2 di kelas 1 SMP, anak ini ditarik keluar dari sekolah oleh orangtuanya sebab ayahnya membutuhkan tenaga anak lelakinya ini untuk mencari barang bekas.
Orangtuaku tak putus asa. Mereka membujuk orangtua anak ini agar anaknya diijinkan sekolah kembali. Tahun depannya sang anak didaftarkan lagi masuk kelas 1 SMP di sekolah lain oleh orang tuaku. Tapi... lagi-lagi sebelum naik kelas dua SMP anak ini ditarik keluar dari sekolah oleh orangtuanya. Putus sekolahlah sang juara itu.
Kelak saat sudah dewasa, anak ini pernah datang mampir untuk bersilaturahmi menemui orangtuaku. Dia mengatakan sangat menyesal dulu putus sekolah. Di masa dewasanya anak ini juga menjadi pengumpul barang bekas. Dia memiliki beberapa gerobak yang berkeliling dan hasil pengumpulannya dikoordinir oleh dia.
***
Cerita lain yang hampir serupa terjadi pada anak di kampung dekat rumah kami saat aku sudah menikah.Â
Anak ini kami biayai sejak SD. Lalu juga saat SMP.Â
Selalu cemerlang di sekolah, anak ini dengan mudah menembus seleksi masuk SMP negeri favorit di kota kami. Tapi selulus SMP, kami dapati dia tak lagi meneruskan sekolah, sebab diminta oleh orangtuanya bekerja di pabrik. Kasihan, anak perempuan sekecil itu, tangannya sampai luka-luka sebab bekerja di pabrik tersebut.
Kami bujuk orangtuanya agar mengijinkan anak tersebut bersekolah kembali. Tiga tahun lagi saja, begitu kami katakan. Biar dia masuk SMK dulu.Â
Tahun ajaran berikutnya, setelah setahun putus sekolah, anak ini kembali bersekolah. Masuk SMK. Tetap cemerlang di sekolah. Sempat bekerja sebentar menjadi kasir di sebuah department store besar, lalu tak lama setelah itu dinikahkan oleh orangtuanya.Â
Well... at least, dia lulus SMK. Lebih baik daripada putus sekolah saat SMP.