Suatu malam, beberapa hari yang lalu…
AKU terlonjak. Sebuah nama terbaca di layar telepon genggamku.
Itu atasanku. Mantan atasanku, tepatnya.
Sudah lama kami tak bertemu. Kami berada di negara yang berbeda, terpisah jarak separuh belahan dunia. Janji- janji untuk saling mengunjungi, belum juga terjadi.
Tapi seperti yang sudah sering dikatakan orang, jarak boleh memisahkan, tapi hati bisa tetap dekat.
Mantan atasan ini, salah satu atasan terbaik yang pernah kupunya.
Filsuf, dia itu. Sangat cerdas, baik dan rendah hati.
Dia mendekati para anak buah dengan cara yang cocok untuk masing- masing anak buah. Customized.
Mantan atasanku ini sabar mendengarkan salah seorang anak buahnya, seorang manager yang dulu selevel denganku, yang selalu memberikannya berjuta detail dan laporan hasil kerja dan ‘meminta petunjuk’. Tapi sebaliknya, dia ini, juga bisa mempercayai orang seperti aku, yang jika memang tak perlu, akan mengerjakan saja sendiri apa yang menjadi tugasku tanpa banyak laporan ini-itu. Yang penting, hasil bisa ditunjukkan dan aku melakukannya dengan cara yang sesuai koridor. That’s all.
Mantan atasanku ini, bahkan tahu cara menyenangkan hatiku. Dia tahu pemberian apa yang bisa membuatku senang walau harganya tak seberapa.