Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Hujan (Belum) Turun

14 November 2015   09:22 Diperbarui: 14 November 2015   12:52 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata perempuan setengah baya di hadapanku berkaca- kaca…

SAYA mau ambil uang saya. Untuk keperluan di rumah. Belum ada hujan disana.. “

Kuhentikan apa yang sedang kukerjakan di dapur pagi tadi.

Aku kurang enak badan beberapa hari terakhir ini. Hidung berair dan tenggorokan sakit. Juga agak demam. Tapi kuupayakan tetap berangkat ke kantor setiap hari. Beberapa proyek mendekati tenggat waktu. Aku perlu memastikan bahwa pekerjaan itu diselesaikan dengan baik dan tepat waktu oleh team-ku.

Kesibukan yang mendera, ditambah dengan perubahan musim, dimana hujan mulai turun, mungkin membuat kondisi tubuhku agak menurun.

Bagaimanapun, kusyukuri hujan yang mulai turun setelah beberapa bulan kekeringan itu. Walau juga, kadang efeknya memang tidak enak. Seperti kemarin, aku terjebak macet berjam- jam di jalan karena hujan besar turun menjelang jam pulang kantor.

Di kota lain, dimana kedua anakku tinggal karena mereka kuliah disana, beberapa waktu yang lalu juga sempat terjadi hujan angin yang merobohkan pohon- pohon dan papan iklan.

Hal yang membuat aku dan suamiku sibuk mengingatkan anak- anakku itu. “ Kalau sedang hujan, jangan bawa mobil di jalan yang banyak pohon besar. “

“ Kalau hujannya besar sekali dan masih ada di tengah jalan, berhenti saja dulu. Mampir saja halaman supermarket, parkiran toko atau tempat umum lain, lalu masuk ke dalam.”

“ Kalau masih di kampus, tunggu dulu sampai hujan reda, baru pulang. “

“ Jangan paksakan jalan kaki hujan- hujanan, nanti sakit.”

Dan masih banyak pesan lain yang disampaikan pada keduanya.

Salah satu dari anakku yang sudah mahasiswa itu, belum 17 tahun usianya. Dia belum memiliki SIM, belum bisa membawa kendaraan. Dia biasa berjalan kaki ke kampus.

Kakaknya, sudah memiliki SIM. Walau juga sering lebih memilih untuk naik kendaraan umum yang lebih praktis untuk ke kampus, tapi adakalanya dia juga menyetir mobil untuk mencapai tempat dimana kegiatannya berada.

Maka begitulah, pesan untuk berhati- hati baik jika sedang berjalan kaki atau mengendarai mobil saat hujan besar berulang kali disampaikan pada mereka.

***

Pagi ini, aku masih agak tidak enak badan. Maka, kuputuskan untuk bersenang- senang sedikit. Aku masih memiliki sedikit persediaan akar dan sereh wangi serta bunga cengkeh. Yang lalu kurebus dengan niatan hendak mencampur air rebusannya di air mandi nanti.

Keharuman dan kehangatan campuran itu akan cukup untuk membuat rileks dan senang hati. Ampasnya, biasanya juga kutaruh di wadah dan kutinggalkan di kamar mandi. Wanginya akan tertinggal disana sampai beberapa hari. Menyenangkan !

Dan begitulah, ketika aku sedang memasukkan beragam bahan dan rempah- rempah itu ke dalam panci di dapur, asisten rumah tanggaku menghampiri.

Dengan mata yang agak berkaca- kaca dan suara bergetar, dia membuka pembicaraan.

“ Mbak… “ katanya padaku.

Asisten rumah tangga di rumahku, sudah ikut bertahun- tahun dengan kami. Dulu bahkan saat mereka masih gadis, mereka pernah ikut orang tuaku. Maka mereka mengenalku sejak aku masih sekolah dulu, dan memanggilku dengan panggilan “mbak”.

“ Ya? “ aku menoleh.

“ Nanti tanggal 1, saya mau ambil uang saya semua… “

“ Oh iya, “ jawabku, “ Boleh saja. Mau dikirim ke rumah ? “

Aku sudah paham kebiasaan mereka.

Para asisten rumah tangga ini hemat. Uang gajinya tiap bulan biasanya tidak mereka ambil, tapi dititipkan saja padaku. “ Nanti saja diambil pas lebaran, “ begitu biasanya mereka berkata. Mereka hanya mengambil sedikit saja dari gajinya itu untuk pegangan mereka. Sisanya, sebagian besar, hampir utuh, dititipkan padaku.

Tapi aku juga tahu, biasanya uang yang dititip itu tak pernah benar- benar utuh “sampai lebaran” itu. Selalu ada saja selang sekian bulan, mereka menerima telepon dari kampungnya, dan di saat- saat seperti itu, mereka akan mengambil uang yang dititipkannya padaku untuk dikirimkan ke kampung.

“ Mau sekarang atau nanti tunggu tanggal 1 ? “ tanyaku pada asisten rumah tanggaku di dapur tadi pagi. “ Kalau mau sekarang juga boleh. “

Masih pagi tadi, kantor pos masih buka, maka kutawarkan hal itu.

Aku paham. Saat bicara “mau ambil uang, buat dikirim ke rumah”, yang akan perlu aku atau suamiku lakukan bukan hanya memberikan uang itu pada asisten rumah tangga kami tapi juga membawa uang tersebut ke kantor pos dan mengirimkan atas nama mereka ke keluarganya di rumah.

Pengiriman uang melalui kantor pos sudah cepat sekarang. Dikirimkan saat ini dari kota dimana kami tinggal, PIN diberikan, lalu kami akan menghubungi keluarga asisten rumah tangga kami itu di kampung, untuk memberi tahu mereka PIN tersebut dan meminta mereka berangkat ke kantor pos terdekat untuk mengambil uangnya.

Tak ada yang baru dengan itu. Hal tersebut sudah biasa dilakukan.

Asisten rumah tanggaku menggeleng, “ Nanti saja tanggal 1, “ katanya, “ Biar sekalian. “

Aku mengangguk. Baiklah. Apapun yang mereka inginkan. Uang itu uangnya. Dialah yang berhak memutuskan.

Namun pembicaraan belum berakhir. Asisten rumah tanggaku dengan mata berkaca- kaca dan suara agak bergetar itu mengatakan bahwa uang itu dibutuhkan sebab “belum ada hujan di rumah.”

“ Susah cari rumput, “ katanya.

Yang lalu disambungnya dengan, “ Ladang juga tidak bisa ditanami. “

Kumengerti apa yang dikatakannya itu. Aku tahu bagaimana kehidupan mereka. Saat lebaran, biasanya kami upayakan untuk mampir ke kota asal para asisten rumah tangga kami itu. Tak ada sebenarnya kerabat kami disana. Kota itu, bukan kota dimana orang tua dan keluarga kami tinggal. Tapi, para asisten rumah tangga ini memang sudah menjadi kerabat bagi kami. Mereka selalu senang jika kami datang seperti itu. Seringkali kami lalu menginap semalam di rumah salah satu dari mereka saat berkunjung itu. Maka, kami juga mengenal keluarga mereka di kampung.

Karena itulah dengan segera kupahami, apa yang terjadi.

Jika susah mencari rumput, maka akan ada masalah dengan persediaan makanan untuk sapi- sapi yang mereka pelihara di belakang rumah. Keluarga- keluarga disana, biasa menabung dalam bentuk sapi. Jika ada uang, mereka membeli anak sapi yang lalu dirawat hingga besar dan dijual saat ada kebutuhan.

Sebab tak ada rumput, maka mereka harus membeli makanan sapi.

Ladang tidak bisa ditanami sebab tanah kering, artinya bukan hanya masalah tentang sapi tapi juga masalah dengan kebutuhan keluarga asisten rumah tangga kami itu.

Sebagian kebutuhan pangan rumah tangga mereka peroleh dari apa yang ditanam di ladang. Hasil dari ladang itu, sebagian langsung terhidang di meja makan mereka untuk disantap, sebagian akan dijual dan uang yang diperoleh digunakan untuk kebutuhan sehari- hari.

Aku mengangguk memahami. Air di dalam panci di atas kompor mulai meruapkan keharuman yang menyenangkan. Tapi kali ini, kesenangan itu bercampur dengan rasa nyeri dan sedih.

Ah, betapa aku selalu berharap, agar mereka bisa lebih sejahtera. Supaya jika hujan tak turun beberapa bulan seperti ini, mereka masih bisa punya persediaan agar tak sampai kepepet dan tak bisa makan.

Sungguh. Betapa sedihnya membayangkan ada keluarga- keluarga di rumah- rumah yang berjarak ratusan kilometer dari tempat kami berada yang saat ini masih dengan penuh harap menanti agar hujan turun, sekedar agar mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka, untuk mengisi perut, untuk makan…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun