Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Menyerah! (Proses Panjang Membesarkan Anak Unik - 2)

13 September 2015   16:17 Diperbarui: 24 September 2015   14:48 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia bingung mendadapi dunia, dan memiliki riwayat panjang mogok sekolah sejak usia batita di play group sampai saat menjelang ujian SD, padahal dia ada di kelas akselerasi.

Bayangkan, dimana sih ada anak kelas akselerasi yang kerap mogok sekolah seperti dia?

Dan kami memang tak bisa mengharapkan semua orang, termasuk guru- guru memahami tingkah lakunya.

Sebagian guru di SD-nya memberikan semangat. Sebagian mencibir. Guru SMP-nya (di sebuah sekolah yang memang metode belajarnya ditujukan untuk mengembangkan semua aspek dalam diri anak, bukan semata akademis) memahami. Guru SMA-nya.. ha ha..  bahkan saat dia kelas 1 SMA saja, aku pernah 'diomeli' oleh wali kelasnya karena menurut wali kelasnya, nilai yang dia dapat itu 'kurang' dan harus lebih ditingkatkan lagi.

Memangnya dia seburuk itu, prestasinya?

Oh tidak. Dalam ukuran normal, jika kita membicarakan skala 1-100, prestasi akademiknya cukup baik. 

Untuk memberikan gambaran saja, nilai raport SMA kelas 1 yang membuat aku harus menegakkan kepala, tersenyum, berusaha berlagak biasa- biasa saja menelan 'penghinaan' diomeli dengan suara keras oleh ibu wali kelas di depan begitu banyak orang tua lain yang juga akan mengambil raport itu adalah raport dengan nilai rata- rata di atas di atas 80.

Nilai- nilai yang membuat aku diomeli wali kelasnya itu jauh dari buruk. Tapi tak cukup cemerlang rupanya untuk bisa dihargai oleh ibu wali kelas yang sepertinya luput menyadari bahwa bagi anakku, bahkan pencapaian seperti yang dicapainya saat kelas 1 SMA itu merupakan suatu proses panjaaangggg yang sudah menunjukkan peningkatan dari banyak hal.

Kupahami apa pasalnya, dan dimana 'korslet'-nya. Anakku si anak tengah itu, seperti juga kakaknya, bersekolah di sebuah SMA Negeri yang konon SMA Negeri terbaik di kota kami,  dimana satu- satunya ukuran penghargaan adalah berupa nilai absolut, dan ranking keberapa dia di kelas. Tempat dimana yang dilihat adalah hasil akhir. Bukan proses(-nya) lagi.

Aku sadar sesadar- sadarnya, mengapa ibu wali kelas itu mengatakan hal serupa itu. Sebab ukuran 'sukses' bagi alumni sekolah itu adalah nilai ujian Nasional yang tinggi dan ujungnya adalah jumlah serta prosentase alumni yang diterima di perguruan tinggi negeri peringkat paling atas.

Hal yang menurutku, kombinasi antara 'realistis' sekaligus absurd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun