[caption id="attachment_253209" align="aligncenter" width="369" caption="Gambar: www.baywoodlearningcenter.org "][/caption]
Pagi ini aku mengambil raport anak tengahku...
Dia kelas 1 SMA saat ini. Bersekolah di sebuah SMA Negeri (yang konon) terbaik di kota kami.
SMA dimana kakaknya dulu juga bersekolah.
Dan sungguh, pagi ini perasaanku campur aduk antara geli, prihatin, sedih, dan..ingin tertawa.
Hah? Ingin tertawa? Kenapa?
Iya benar. Aku ingin tertawa sekaligus kesal walau di depan wali kelas anakku tentu saja aku bersikap patut. Tak membantah sama sekali, mengatakan iya untuk semua yang dikatakan wali kelas dan berterimakasih atas bimbingan yang diberikan pada putra kami.
Ucapan terimakasih itu tulus, tentu saja. Aku berpendapat, seseorang akan selalu harus berterima kasih pada guru- guru yang pernah mendidiknya. Walau tak berarti harus selalu sepakat pada apa yang dikatakannya.
Dan aku tadi, tak membantah serta meng-iyakan semua yang dikatakan wali kelas anakku sebetulnya memang bukan karena setuju, tapi lebih karena tak mau membuang waktu.
Kusadari sepenuhnya bahwa dasar pemikiran kami berbeda, falsafah kata 'mendidik' yang ada dalam kepalaku pasti juga tak serupa dengan wali kelas anakku itu.