Penumpang kereta yang kebanyakan adalah para pegawai yang bekerja di ibukota dan bertempat tinggal di area sub-urb, mulai melirik jam, menyadari keterlambatan kereta. Orang mulai berkeluh-kesah karena pelayanan "ala kadarnya" semacam itu.
Dan bahkan yang ala kadarnya seperti itupun, makin buruk lagi dari hari ke hari.
Hingga satu setengah tahun yang lalu, walau ala kadarnya, perjalanan dengan KRL, terutama yang berjenis KRL ekspres untuk pergi dan pulang ke dan dari tempat kerja masih merupakan solusi yang baik. Sebab waktu tempuh relatif singkat. Dan walau selalu penuh, tapi dalam kebanyakan waktu, AC di dalam kereta masih berfungsi.
Kini?
KRL ekspres yang sudah beroperasi lebih dari 20 tahun dihapuskan. Semua kereta berenti di setiap stasiun.
Isi kereta sangat berjejal. Keterlambatan makin sering terjadi. Pintu kereta yang seharusnya ditutup saat kereja jalan, sering diganjal agar tak tertutup, sebab gerbong tak mampu menampung begitu banyak penumpang. AC sering tak berfungsi. Rute mbulet, looping-berputar-putar menimbulkan kepusingan, tak terpahami prioritasnya --Â padahal jelas jalur mana yang merupakan jalur terpadat, sebenarnya ).
Betapa bedanya dengan apa yang kulihat di Jepang.
Padahal, gerbong KRL yang digunakan saat ini diimport dari Jepang. Bahkan di dalam gerbong masih banyak bertaburan tanda- tanda dan tulisan dalam huruf kanji. Gerbong- gerbong tersebut pernah beroperasi disana, tentu dengan AC atau heater yang berfungsi. Dan juga dengan ketepatan jadwal yang luar biasa.
Tapi memang, gerbong itu benda mati. Apakah kereta akan beroperasi dengan baik dan tepat waktu, bukan tergantung pada gerbongnya, tapi pada manusia yang mengoperasikannya.
Sungguh, melihat bagaimana mutu pelayanan KRL Jabodetabek yang alih-alih membaik malah semakin menurun dari tahun ketahun, aku tak tahu apakah KRL di sini akan pernah mencapai ketepatan waktu serta kenyamanan yang setara dengan kereta- kereta di Jepang.Ah, jangankan Jepang, bahkan dibandingkan dengan Kuala Lumpur atau bahkan Bangkok yang padahal baru belakangan saja memiliki KRL, kita kini sungguh sudah sangat ketinggalan.
Apalagi, PT. KAI bukan saja abai pada kebutuhan dan sama sekali tak memikirkan kepuasan pelanggan, tapi bahkan kini menggunakan petugas Brimob dan Marinir untuk menghadapi penumpang. Alih-alih menggunakan pendekatan pesuasif, malah bedil ditembakkan.