Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Batal Umroh Karena Kerumitan Mengurus Dokumen di Kelurahan dan Catatan Sipil

14 Juli 2013   10:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:34 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


[caption id="attachment_261199" align="aligncenter" width="479" caption="Gambar: ki.or.id"][/caption]

" Saya tidak jadi ikut umroh saja, mungkin bukan rejekinya... "

AKU terhenyak.

Kalimat itu dikeluarkan oleh salah seorang asisten rumah tangga yang kami niatkan akan diajak beribadah umroh.

Kini dia mundur. Tak terbujuk.

Alasannya, jangan- jangan pengurusan surat- surat yang sulit dan terus menerus salah itu merupakan pertanda bahwa memang bukan rejekinya untuk bisa berangkat ke Tanah Suci.

Oalah...

***

Akte kelahiran yang tak mereka miliki selama ini menjadi penghalang pembuatan passport.

Dan pengurusan akte lahir ini memang ternyata memang tak semudah itu dilakukan.

Kekurangpahaman mereka tentang pengurusan surat- surat, dan juga pelayanan pihak berwenang yang tidak maksimal membuat hal ini menjadi sangat rumit bagi mereka dan keluarganya.

Ketidak Akuratan Data Serta Informasi Menyesatkan

Asisten rumah tangga di rumah ibukulah yang pertama kali menyerah setelah tiga kali surat- surat yang dikirimkan oleh keluarganya terpaksa kami kirimkan kembali sebab tidak akurat, seperti ini:

- Umur yang disebutkan tidak sesuai dengan perhitungan umur berdasarkan tanggal lahir di KTP
- Dalam surat tersebut ada kolom nama orang tua dan umur orang tua. Sempat terjadi surat yang dikeluarkan kelurahan mencantumkan nama orang tua yang lebih muda daripada nama asisten rumah tangga kami
- Surat yang dikeluarkan sebagai koreksi juga tak kalah ‘lucu’. Mungkin pihak kelurahan juga bingung karena tidak mengetahui usia almarhum dan almarhumah orang tua asisten rumah tangga kami itu, maka… usia kedua orang tuanya dibuat sama persis dengan usia asisten rumah tangga kami itu. Jadi ibu, bapak dan anak ditulis usianya sama persis semua.

Hampir dia memutuskan tak mau berangkat. Tapi masih bisa dibujuk. Namun satu yang tinggal bersamaku juga  belakangan menyerah, dan tak terbujuk lagi.

Dia lelah.

Pengurusan surat- suratnya lebih rumit dari yang lain. Sebab KTP di alamat aslinya expired. Prosedur e-KTP membuat pengurusan surat pindah tak lagi bisa dilakukan di Kelurahan tapi harus di Catatan Sipil setempat yang  mau memberikan surat itu jika orangnya tidak hadir sendiri secara fisik disana. Maka dia harus mudik untuk mengurusnya.

Ini sudah beres. Dia akhirnya memiliki KTP di alamat rumah kami dengan surat pindah tersebut.

Namun, urusan belum selesai. Ketika urusan KTP sudah beres, dan akte kelahiran hendak diurus...

Masih ada kesalahan lagi yang ditemukan, ternyata !

1. Tanggal lahir di surat keterangan lahir  dari Kelurahan salah, berbeda dengan tanggal yang tercantum dalam KTP- KTPnya selama ini dan surat pindah yang diberikan oleh Catatan Sipil setempat

2. Nama orang tua yang dicantumkan juga salah.

Ada budaya di tempat asal para asisten itu bahwa orang tua dipanggil dengan nama anak sulungnya. Jadi misalnya nama orang tuanya adalah A, lalu anak sulungnya bernama S, maka nama sang ayah akan menjadi Pak S dan ibunya menjadi Mak S. Di surat keterangan yang diberikan untuk asisten rumah tangga kami itu, nama orang tua yang tercantum bukanlah nama orang tuanya yang sebenarnya tapi... nama kakak sulungnya, sebab orang tuanya selama ini lebih dikenal dengan nama itu.

Di titik inilah dia mogok.

Tak lagi bersedia menghubungi keluarganya untuk meminta pembetulan surat ke Kelurahan. Ketika kami menghubungi keluarganya, mereka juga memberi isyarat sudah tak sanggup lagi mengurus surat- surat.

Asisten kami yang satu ini lalu memutuskan untuk tak berangkat saja. Hatinya jadi tidak ingin berangkat, katanya.

Keluarga mereka yang selama ini kami minta bantuannya untuk mengurus surat- surat memang sudah lama menyerah.

Konon mereka sudah bolak- balik ke Kantor Catatan Sipil dan alih- alih diberi keterangan yang jelas dan diberi kemudahan, malah dijawab bahwa Akte Kelahiran tak bisa diurus. Belakangan mereka memperoleh jawaban bahwa akte itu bisa diurus dengan jangka waktu penyelesaian paling sedikit empat bulan. Itu masih ditambah dengan komentar " Memang begitu, mau diurus lewat siapa juga nggak akan bisa. Mau bayar berapa puluh juta juga nggak bisa keluar aktenya... "

Putus asalah mereka semua.

Kami belum menyerah.

Kami datangi Kantor Catatan Sipil di kota tempat kami tinggal,  menanyakan apakah bisa akte kelahiran diurus dari situ. Ternyata tidak bisa. Hanya di masa pemutihan Akte Lahir bisa diurus dari mana saja, tapi diluar periode itu, orang harus kembali ke kota asalnya untuk mengurus.

Kami tak akan bisa juga mengurus sendiri kesana karena jauhnya jarak.

Tetap belum menyerah, kami tetap berusaha. Dan...

Kompasiana membuka jalan.

Aku sering menjadi silent reader di Kompasiana. Kuingat seorang Kompasianer yang beberapa kali tulisannya kubaca walau belum pernah berkomunikasi.  Kuduga, domisilinya berada dekat dengan Kantor Catatan Sipil kemana surat- surat lahir para asisten kami akan perlu diurus.

Kuminta bantuan informasi, kutanyakan padanya apakah dikenalnya seseorang yang bisa memberikan jasa untuk mengurus akte kelahiran.

Balasan kuterima. Kuperoleh sebuah nama seorang Bapak.

Melewati beberapa drama dimana kontak yang sudah terjadi lalu terputus kembali sebab HP Bapak yang akan kami minta mengurus Akte Lahir ke Catatan Sipil itu sempat tercemplung ke dalam air cucian sehingga nomornya tak bisa dihubungi, dan baru bisa terhubungi kembali setelah lagi- lagi aku menghubungi dan meminta bantuan Kompasianer yang sama, akhirnya terbuka jalan untuk mengurus Akte Lahir secara resmi di Catatan Sipil.

Akte akan siap dalam waktu sebulan, katanya.

Baiklah. Masih cukup waktu untuk mengurus passport dan visa jika akte selesai dalam waktu sebulan.

Tapi...

Begitulah.

Ketika hendak kami kirimkan syarat- syarat yang dibutuhkan, ternyata...

Satu asisten rumah tangga kami itu mogok dan bersikeras tak mau berangkat.

Aku sungguh prihatin.

Tapi apa yang bisa kulakukan dalam hal ini?

Kami sadari sepenuhnya bahwa bersedia atau tak bersedia berangkat umroh sepenuhnya merupakan hak para asisten rumah tangga kami untuk memutuskan.

Kami tak akan bisa memaksa.

Jadi hanya dua dari tiga orang asisten kami yang akan berangkat. Yakni mbak S, pengasuh anak- anakku yang memang pernah didoakan oleh si bungsu agar suatu saat bisa berangkat umroh bersama kami, dan seorang lagi yang tinggal bersama ibuku.

Satu lagi tak akan ikut.

Tak bisa dihindari, aku agak menuding kerumitan pengurusan surat- surat di kelurahan dan Catatan Sipil sebagai faktor yang membuat asisten kami membatalkan niat umrohnya.

Walau, kusadari juga satu hal bahwa Allah Maha Pembolak- Balik Hati. Dan konon juga, Allah memilih sendiri siapa- siapa yang akan diundang ke Tanah Suci. Kami bukan tak kecewa, tapi sudahlah. Kami terima semuanya sebagai rahasia kehidupan.

Bagaimanapun, kami berharap bahwa ini adalah keputusan yang kelak terbukti akan menjadi kebaikan bagi semua...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun