Aku sungguh prihatin.
Tapi apa yang bisa kulakukan dalam hal ini?
Kami sadari sepenuhnya bahwa bersedia atau tak bersedia berangkat umroh sepenuhnya merupakan hak para asisten rumah tangga kami untuk memutuskan.
Kami tak akan bisa memaksa.
Jadi hanya dua dari tiga orang asisten kami yang akan berangkat. Yakni mbak S, pengasuh anak- anakku yang memang pernah didoakan oleh si bungsu agar suatu saat bisa berangkat umroh bersama kami, dan seorang lagi yang tinggal bersama ibuku.
Satu lagi tak akan ikut.
Tak bisa dihindari, aku agak menuding kerumitan pengurusan surat- surat di kelurahan dan Catatan Sipil sebagai faktor yang membuat asisten kami membatalkan niat umrohnya.
Walau, kusadari juga satu hal bahwa Allah Maha Pembolak- Balik Hati. Dan konon juga, Allah memilih sendiri siapa- siapa yang akan diundang ke Tanah Suci. Kami bukan tak kecewa, tapi sudahlah. Kami terima semuanya sebagai rahasia kehidupan.
Bagaimanapun, kami berharap bahwa ini adalah keputusan yang kelak terbukti akan menjadi kebaikan bagi semua...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H