Aku menikah dengan seseorang yang berasal dari kota yang terkenal dengan pecelnya.
Di rumah mertuaku, sarapan di pagi hari artinya makan nasi pecel.
Lidahku dengan mudah menerima. Bukan hanya menerima, tapi bersorak, sebab pecel yang terhidang biasanya dicampuri banyak kembang turi.
Wow, nikmatnya...
Lalu, di kemudian hari, selama beberapa tahun salah seorang adikku tinggal di Eropa untuk mengambil program Doktor dan Post Doctoral Research-nya. Selama itu, seringkali kukirimkan bumbu pecel untuk dia dan istrinya di sana.
Kiriman yang selalu mereka terima dengan senang hati.
Sampai suatu hari, setelah Eropa, mereka sempat tinggal di Jepang untuk beberapa waktu, dan aku berkesempatan menengok.
" Mau dibawain apa? " tanyaku sebelum berangkat.
Mereka minta dibawakan bumbu pecel. Maka begitulah, kubawakan ke Tokyo apa yang mereka minta.
Istri adikku dengan gembira berkata, " Kita makan pecel malam ini, " katanya senang.
Kemudian malam harinya, dia mengiris- iris dan mengukus sayuran ( benar, yang dia lakukan saat itu adalah mengukus, bukan merebus ), lalu...