[caption id="attachment_226162" align="aligncenter" width="395" caption="Gambar: bookcorneronline.com"][/caption]
Menjadi orang tua itu tidak mudah…
SERING sekali kita mendengar kalimat semacam itu. Bahwa menjadi orang tua itu tidak mudah. Sebab tak ada sekolah untuk jadi orang tua, sehingga seringkali kita menjalaninya dengan cara ‘trial and error’.
Sebenarnya di satu pihak, walau tak ada sekolah formalnya, kini sudah ada banyak buku dengan beragam judul dan topik tentang cara membesarkan anak yang dapat dijadikan referensi oleh orang tua. Mulai dari janin baru terbentuk hingga cara mendidik dan membesarkan cara remaja yang sehatpun bisa kita temukan.
Selain buku, ada juga banyak sesi diskusi dan seminar- seminar menyangkut topik- topik tentang parenting dan pendidikan anak.
Jadi, ‘sekolah’ itu sebenarnya bukan tak ada sama sekali. Namun tentu saja,buku dan seminar- seminar itu tak bisa mencakup semua hal yang akan kita temui sebagai orang tua.
Dan sungguh tak mudah membuat keputusan yang seimbang, antara memberikan kesempatan untuk berkembang dan ruang gerak yang cukup pada anak- anak dan remaja dengan memberikan batasan yang tepat tentang mana yang boleh dilakukan mana yang tidak. Juga kapan bisa meluluskan atau tak meluluskan permintaan anak, dengan menimbang resiko yang akan dihadapi.
Setelah aku sendiri kini menjadi orang tua, baru benar- benar kupahami situasi- situasi yang dulu saat aku masih kanak- kanak dan remaja membuat orang tuaku harus berpikir panjang dan kadangkala harus membuat suatu keputusan yang saat itu tak sepenuhnya kupahami atau kusepakati…
***
Aku kelas 3 SMA saat itu. Kami baru saja usai ujian dan teman- teman sekelasku merancang perjalanan dua hari satu malam untuk kami sekelas. Rencananya, kami akan menginap di sebuah villa di Puncak.
Orang tuaku terdiam sejenak saat mereka mengajukan pertanyaan apakah ada guru yang menyertai atau orang tua yang ikut dalam perjalanan itu dan jawabanku adalah ‘tidak’.
Keputusan tak segera diberikan. Orang tuaku mengatakan padaku bahwa mereka akan memikirkan dulu tentang hal itu.
Aku mendesak dengan mengatakan bahwa semua teman sekelas akan pergi ke acara tersebut, dan aku tentu saja tak ingin menjadi satu- satunya anak yang tak bergabung.
Orang tuaku tetap mengatakan bahwa hal itu perlu dipikirkan dulu, tak bisa langsung diputuskan saat itu.
Baru kini setelah aku dewasa dan menjadi orang tua kupahami mengapa orang tuaku bersikap seperti itu. Sebab semua pertanyaan tentang 'standar keamanan' sebetulnya tak terjawab.
Tak ada orang tua atau guru yang menyertai. Dan villa itu villa sewaan, bukan milik orang tua salah seorang dari kami di kelas itu -- entah siapa pemiliknya. Belum lagi saat ditanya bagaimana persisnya acaranya di malam hari dan bagaimana pengaturan tidur serta kamarnya nanti, tak ada jawaban jelas yang meyakinkan yang bisa kuberikan pada orang tuaku.
Ha ha ha.
Usiaku enam belas tahun ketika itu. Tak dapat kulihat ‘potensi bahaya’ dari situasi itu. Tapi pastilah tidak begitu yang ada di benak orang tuaku.
Lalu, keputusan dibuat. Aku diijinkan pergi bersama kawan- kawanku tapi tidak boleh menginap di villa tersebut.
Ayahku berkata bahwa pada hari yang sama itu ayah ibuku akan juga berangkat ke Puncak dan menginap di hotel yang lokasinya tak jauh dari tempat acara kelasku itu.
Aku boleh berangkat bersama kawan- kawanku tetapi akan dijemput pada jam 10 malam untuk bergabung dan menginap di hotel bersama orang tua dan adik- adikku . Aku bisa kembali ke tempat dimana kawan- kawanku berada di dipagi hari dan boleh pulang ke kota kami pada siang harinya bersama mereka.
Aduh. Tentu saja aku tak setuju.
Tapi keputusan orang tuaku tetap. Aku boleh ikut dengan syarat tersebut, atau tak usah ikut sama sekali.
Akhirnya, dengan berat hati (dan agak kesal, he he he), kusetujui syarat tersebut.
Jika dulu hatiku kesal dengan keputusan itu, kini setelah aku menjadi orang tua, aku sungguh berterima kasih pada orang tuaku atas upaya mereka saat itu untuk tetap bisa membuat aku dapat bergaul dengan kawan- kawanku tapi tetap melindungi aku dari terjadinya hal- hal yang tak diinginkan jika situasi saat itu berkembang menjadi tak terkendali...
***
Kini, setelah aku dewasa dan menjadi orang tua, aku seringkali tersenyum sendiri dalam hati jika harus memberikan peringatan pada anak- anakku atau berpikir keras apakah aku akan mengijinkan permintaan mereka atau tidak.
Tak terlalu mudah, sebab seringkali situasinya muncul begitu saja. Dimana saja, kapan saja, dan dengan jenis soal yang sama sekali tak terduga.
Seperti masalah keselamatan saat naik kereta api yang terpaksa ‘kuceramahkan’ pada anak- anak saat sedang menonton film romantis di bioskop ( jelas sama sekali bukan saat yang tepat untuk 'ceramah' ! ) atau akankah kuijinkan atau tidak anakku berenang bersama… ikan hiu !
Aduh, ternyata memang tidak mudah, ya, untuk menjadi orang tua !
** Bersambung ke post " Jangan Ditiru: Adegan Berbahaya di Film 5 cm " **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H