Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kado dari Sinterklaas

24 Desember 2012   18:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:05 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desember. Dan kemeriahan Natal...

BEBERAPA hari yang lalu, seorang kawan menunjukkan padaku beberapa barang yang baru dibelinya.

" Untuk anakku," katanya, lalu sambil tersenyum dilanjutkannya kalimat itu, " Anakku yang kecil, masih percaya tentang Sinterklaas, kakaknya sih sudah tidak lagi," ujarnya.

Ah, jadi, dia sedang menyiapkan kado dari Sinterklaas bagi anaknya, rupanya.

Bukan baru kali ini kudengar cerita tentang anak kawanku tersebut, seorang adis cilik lucu dengan rambut berponi itu. Tahun lalu, menjelang Natal, juga kudengar cerita kawanku. Bahwa sang gadis cilik itu bersikeras tak menyetujui rencana orang tuanya untuk pergi ke luar kota untuk jangka waktu yang agak lama sebab mereka berencana merayakan Natal bersama keluarga besar di kota lain.

Gadis cilik anak temanku itu mengatakan alasan keberatannya untuk pergi ke luar kota kepada orang tuanya. Katanya, " Kalau aku nggak di rumah waktu Sinterklaas datang nanti, jangan- jangan kadonya dibawa pergi lagi oleh Sinterklaas, aku jadi nggak dapat kado."

Ha ha ha.

Baru setelah kawanku meyakinkan anaknya bahwa jika mereka bepergian ke luar kota Sinterklaas akan secara otomatis mengetahui hal tersebut dan mengirimkan kado tersebut ke tempat dimana mereka berada, gadis cilik itu bersedia merayakan Natal di luar kota.

Kukatakan pada kawanku, biar saja jika anaknya itu masih percaya pada Sinterklaas. Sebab walaupun suatu saat nanti dia akan tahu juga bahwa kado dari Sinterklaas itu sebenarnya disediakan oleh orang tuanya, kesenangan mendapat kado dari Sinterklaas itu akan terekam sebagai kenangan manis untuk jangka waktu yang lama.

Kutahu itu, sebab walau keluarga kami tak merayakan Natal, aku juga memiliki kenangan manis dengan kado dari Sinterklaas...

***

[caption id="attachment_223675" align="aligncenter" width="379" caption="Gambar: www.huffingtonpost.co.uk"][/caption]

Masa kecilku kulalui dengan tinggal di sebuah kompleks perumahan yang merupakan rumah dinas yang disediakan oleh institusi tempat ayahku bekerja.

Kompleks itu tak begitu besar. Rumah- rumahnyapun seingatku, tak begitu luas. Pintu- pintu rumah di kompleks tersebut tak pernah tertutup. Semua pintu rumah terbuka sejak pagi hingga petang hari. Hanya di malam harilah pintu- pintu ditutup dan dikunci. Karenanya, dengan mudah kami saling berkunjung dari satu rumah ke rumah lain.

Dan di saat- saat di sekitar hari Natal, beberapa rumah di dalam kompleks tersebut akan memajang pohon Natal, dengan lampu berkelap kelip, dengan hiasan bola- bola berwarna cemerlang dan kapas yang serupa salju serta boneka malaikat di puncak pohon Natal tersebut.

Pohon Natal, tak pernah ada di rumah orang tuaku. Sebab kami memang tak merayakan Natal. Hari raya kami adalah lebaran. Tapi selama bertahun- tahun pada masa kecilku, aku merekam kenangan tentang kemeriahan Natal dengan pohon Natal berlampu kelap- kelip di rumah para tetangga.

Disamping itu, aku merekam kesenangan mendapatkan kado dari Sinterklaas.

Seorang tetangga kami, setiap tahun di bulan Desember, selalu mengundang kami anak- anak seisi kompleks, apapun agamanya,  datang ke rumahnya pada tanggal tertentu, dimana pada saat itu akan ada Sinterklaas dan Zwarte Piet -- Piet Hitam --  disana.

Aku dan adik- adikku, setiap tahun selalu mendapat kado dari Sinterklaas. Isinya biasanya adalah barang- barang yang sedang sangat kami inginkan saat itu. Aku pernah mendapat kotak pensil bermagnet, juga boneka berambut panjang. Bersamaan dengan diberikannya hadiah itu, biasanya ada pesan- pesan untuk kami dibacakan oleh Sinterklaas.

Adakalanya, selain di rumah tetangga kami itu, kantor ayahku juga mengadakan acara perayaan Natal.

Jika begitu, maka kesenangan kami menjadi berlipat dua. Sebab Sinterklaas datang juga ke perayaan yang diadakan kantor ayahku itu. Artinya, kami akan mendapatkan hadiah dua kali dari Sinterklaas. Sekali dari Sinterklaas yang datang ke rumah tetangga kami, sekali lagi dari Sinterklaas yang datang ke acara kantor ayahku.

***

Lalu.. datanglah hari itu. Hari ketika aku sedang berbincang, bercerita ini dan itu pada sahabat karibku, tetangga yang rumahnya berhadapan dengan rumahku.

Keluarga sahabat karibku ini merayakan Natal. Di rumah merekalah aku setiap tahun dengan gembira memandangi pohon Natal yang meriah dengan beragam hiasannya itu.

Tapi, mereka tak pernah mendapat kado dari Sinterklaas.

Dan hari itu, saat kuceritakan dengan gembira , tentang apa isi kado dari Sinterklaas yang kuperoleh, kawan karibku itu mengatakan padaku bahwa sebenarnya Sinterklaas itu tidak ada, bahwa kado- kado dari Sinterklaas itu sebenarnya disediakan oleh orang tua masing- masing.

" Siapa yang bilang, " tanyaku.

" Mami," jawabnya singkat.

Hmmm. Aku tak hendak percaya apa yang dikatakannya. Lalu, hari itu kuceritakan pada ibuku apa yang dikatakan kawanku itu dan apakah yang dikatakannya benar.

Ibuku menggeleng saat itu.

Tidak, katanya, kadonya benar koq dari Sinterklaas, bukan dari bapak dan ibu.

Dengan senang hati kuterima penjelasan ibuku itu. Lalu saat bertemu kembali keesokan harinya, kuceritakan pada kawanku, telah kudapat keterangan bahwa Sinterklaas itu benar ada. Bahwa kado itu benar datang dari Sinterklaas, bukan dari orang tua.

" Tidak," kata kawanku, " Kata mamiku tidak begitu. Sinterklaas itu tidak ada ! "

Topik apakah Sinterklaas benar ada atau tidak ada untuk beberapa saat setelah itu menjadi bahan perdebatan yang tak pernah selesai bagi kami berdua.

Kelak setelah dewasa, kupahami mengapa orang tua kawanku itu memilih untuk memberitahu anak- anaknya bahwa Sinterklaas itu tidak ada. Keputusan yang dapat dipahami berdasarkan situasi mereka saat itu. Ada enam anak dalam keluarga tersebut. Mereka juga tak punya pembantu. Jadi bisa kubayangkan repotnya ibu kawanku itu dalam kesehariannya. Karenanya beliau tentu harus menentukan prioritas, dan bisa dimengerti bahwa menyediakan kado dari Sinterklaas tampaknya tidak masuk ke dalam daftar prioritasnya.

Sementara orang tuaku sendiri, walau kami sendiri tak merayakan Natal, memilih untuk memanjakan fantasi anak- anak tentang adanya Sinterklaas serta menyenangkan kami anak- anaknya dengan memberikan hadiah di akhir tahun, sekaligus menyampaikan pesan- pesan dan harapan mereka bagi kami melalui Sinterklaas yang hadir di lingkungan kami tersebut.

Dan sungguh aku merasa beruntung karenanya. Kesenangan mendapatkan kado dari Sinterklaas itu, bahkan masih kuingat dan kurekam sebagai salah satu kenangan manis dari masa kecilku hingga saat ini, berpuluh tahun kemudian...

p.s. Selamat Natal bagi kawan- kawan yang merayakannya. Selamat berbahagia dan bersuka cita bersama keluarga...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun