[caption id="attachment_223675" align="aligncenter" width="379" caption="Gambar: www.huffingtonpost.co.uk"]
Masa kecilku kulalui dengan tinggal di sebuah kompleks perumahan yang merupakan rumah dinas yang disediakan oleh institusi tempat ayahku bekerja.
Kompleks itu tak begitu besar. Rumah- rumahnyapun seingatku, tak begitu luas. Pintu- pintu rumah di kompleks tersebut tak pernah tertutup. Semua pintu rumah terbuka sejak pagi hingga petang hari. Hanya di malam harilah pintu- pintu ditutup dan dikunci. Karenanya, dengan mudah kami saling berkunjung dari satu rumah ke rumah lain.
Dan di saat- saat di sekitar hari Natal, beberapa rumah di dalam kompleks tersebut akan memajang pohon Natal, dengan lampu berkelap kelip, dengan hiasan bola- bola berwarna cemerlang dan kapas yang serupa salju serta boneka malaikat di puncak pohon Natal tersebut.
Pohon Natal, tak pernah ada di rumah orang tuaku. Sebab kami memang tak merayakan Natal. Hari raya kami adalah lebaran. Tapi selama bertahun- tahun pada masa kecilku, aku merekam kenangan tentang kemeriahan Natal dengan pohon Natal berlampu kelap- kelip di rumah para tetangga.
Disamping itu, aku merekam kesenangan mendapatkan kado dari Sinterklaas.
Seorang tetangga kami, setiap tahun di bulan Desember, selalu mengundang kami anak- anak seisi kompleks, apapun agamanya, datang ke rumahnya pada tanggal tertentu, dimana pada saat itu akan ada Sinterklaas dan Zwarte Piet -- Piet Hitam -- disana.
Aku dan adik- adikku, setiap tahun selalu mendapat kado dari Sinterklaas. Isinya biasanya adalah barang- barang yang sedang sangat kami inginkan saat itu. Aku pernah mendapat kotak pensil bermagnet, juga boneka berambut panjang. Bersamaan dengan diberikannya hadiah itu, biasanya ada pesan- pesan untuk kami dibacakan oleh Sinterklaas.
Adakalanya, selain di rumah tetangga kami itu, kantor ayahku juga mengadakan acara perayaan Natal.
Jika begitu, maka kesenangan kami menjadi berlipat dua. Sebab Sinterklaas datang juga ke perayaan yang diadakan kantor ayahku itu. Artinya, kami akan mendapatkan hadiah dua kali dari Sinterklaas. Sekali dari Sinterklaas yang datang ke rumah tetangga kami, sekali lagi dari Sinterklaas yang datang ke acara kantor ayahku.
***