Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

I Love You, Dad...

11 Juli 2012   09:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimanapun di seluruh dunia, selalu ada banyak manusia berhati malaikat.

Dan salah satu diantaranya adalah orang tua kawan sekelas ayahku di SMA.

Orang tua kawannya yang di kemudian hari selalu mengakui ayahku sebagai anak mereka, demikian pula sebaliknya ayahku selalu mengakui mereka sebagai orang tuanya serta seluruh kakak adik kawan sekelasnya ini sebagai kakak adiknya juga, mengupayakan jalan agar ayahku dapat memperoleh beasiswa.

Ayahku, yang kemudian saat lulus SMA tercatat sebagai salah satu lulusan terbaik di seluruh kotamadya dimana SMA-nya berada, kemudian mendapatkan beasiswa dari departemen sosial untuk kuliah di perguruan tinggi yang konon adalah perguruan tinggi terbaik di negeri ini.

Selama masa kuliahnya, ayahku tinggal di asrama departemen sosial.

Dan ketika pada suatu saat entah sedang menceritakan apa aku bertanya berapa lama sekali ayahku pulang ke kota kelahirannya selama kuliah itu, jawabannya adalah: tak tentu.

Jawaban yang mulanya membingungkan aku, tapi kemudian membuatku tersadar bahwa pertanyaan itu yang salah, bukan jawabannya.

Tentu saja tak tentu, sebab, ayahku tak cukup mempunyai uang saku untuk membeli karcis kereta api…

***

Ah, akan ada banyak cerita lain yang dapat kuceritakan di sini. Tapi itu mungkin akan membuatku harus menulis cerita bersambung. Tapi memang tak bisa juga tak kuceritakan. Baiklah, kupilih saja salah satunya. Yaitu tentang bagaimana ayahku mengajarkan keberanian. Mengajarkan bahwa ketakutan-ketakutan yang tak beralasan tak usah dituruti. Aku masih dapat mengingat dengan sangat jelas suatu hari ketika ayahku memanggilku. Di tangannya ada selembar daun dengan ulat berwarna hijau. Ulat itu tak berbulu, tidak gatal dan bukan pula jenis ulat yang menempel kuat di rambut atau semacamnya Seperti semua anak kecil lain, apalagi anak perempuan, aku juga takut ulat. Hari itu, ayahku menunjukkan ulat berwarna hijau yang ada di atas selembar daun padaku dan berkata, "Pegang deh…" Pegang? Kutatap ayahku tak percaya. Pegang? Itu ulat dan ayahku meminta aku untuk memegangnya? Tapi rupanya aku tak salah dengar. Sebab, ayahku kembali menyodorkan daun tersebut dan menunjuk ke bagian punggung ulat tersebut. "Pegang deh di sini…" Setelah sekian kali ayahku berkata begitu, dengan takut- takut kusentuhkan telunjukku di punggung ulat tersebut. Masih dengan rasa geli, dan ngeri. Hanya sedetik lalu kuangkat lagi tanganku. Kemudian, keesokan harinya, ayahku menunjukkan lagi ulat sejenis. Dan meminta aku membelainya. Kulakukan itu. Di hari lain lagi, ayahku memintaku untuk membuka telapak tanganku dan meletakkan ulat itu di sana. : Sejak hari itu, aku tak takut ulat sama sekali.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun