Aku turut berhenti. Anakku yang lain juga.
“ Ibu, “ anak sulungku yang tadi menghentikan laju renangnya berkata, “ Kita balik saja. “
Lho?
Aku bingung. Balik?
Seakan mengerti kebingunganku, anakku berkata, “ Iya, kita balik aja ke perahu, Bu. “
Balik ke perahu? Aku belum mengerti logika permintaan putri sulungku itu. Karena siang itu, kami berada di Bunaken, sebetulnya justru karena memenuhi permintaannya…
***
Aku beruntung, ketiga anakku tumbuh menjadi anak- anak yang tak banyak menuntut. Sekali- sekali saja mereka meminta sesuatu. Itupun selalu hanya disampaikan dengan gaya ringan yang “ kalau dikasih ya syukur, tak diberipun tak apa.” Tak pernah mereka memaksa.
Dan snorkeling itu juga begitu. Pada suatu hari menjelang liburan sekolah, anakku meminta aku, untuk keseribu kalinya, menceritakan pengalaman snorkeling di masa gadisku dulu. Ketika aku berenang di sekitar sebuah pulau dan saat aku bergerak makin ke tengah, aku terkesiap. Di sisi sebelah kananku gelap-gelap-gelaaappp sekali.
Aku duga, aku tiba di batas jurang di bawah laut.
Aku yang gelagapan kaget dengan segera menoleh ke samping kiri. Dan pemandangan di samping kiriku sangat berbeda. Tak seperti sisi kanan, laut dangkal di kiriku itu. Karang- karang indah dan ikan- ikan berwarna- warni berenang kesana-kemarilah yang ada di situ.