Aku berjalan merapat dibelakangnya, menjaga dia.
Sungguh, tak ada kata- kata yang akan dapat mengungkapkan perasaanku saat itu. Dan terlalu sulit untuk bisa menuliskan momen itu secara rinci, sebenarnya.
Begitu banyak orang disana. Kebanyakan laki- laki. Saling mendorong, saling mendesak. Yang posisinya tak memungkinkan untuk menciumpun tetap berusaha mendekat sekedar untuk dapat menyentuh bagian tersebut.
Kami berjalan lurus menuju tempat itu.
Tapi gelombang manusia menyerbu lagi.
Aku terdesak mundur, namun entah bagaimana, putriku tidak.
Beberapa langkah di depanku, kulihat putriku telah berdiri tepat di sudut dimana Hajar Azwad itu berada. Dia tampak tertegun.
Kupanggil namanya dan kukatakan agar dia menyegerakan mencium Hajar Azwad itu.
Kukatakan padanya, “ Cium cepat lalu mundur… cepat... “
Gelombang manusia makin mendesak. Aku khawatir dia tak akan kuat terlalu lama menahan desakan manusia yang begitu banyak.
Dan ah… kulihat dia membungkuk mencium bingkai perak Hajar Azwad lalu segera mundur ke tempat yang lapang.