Seperti yang kuceritakan sebelumnya, saat itu adalah saat dimana putriku melakukan umrah kedua kalinya selama kami berada di Mekah, sementara bagiku sendiri, itu adalah umrah yang ketiga. Sebab aku bersama beberapa kawan serombongan menambahkan satu kali umroh lagi diantara dua yang telah terjadwal.
Umroh keduaku dilakukan sehari sebelum umroh yang ketiga itu. Dan saat umroh kedua itulah sebenarnya aku telah – dengan susah payah – menyentuh Ka’bah, di bagian Sudut Yaman, di bagian Selatan-Barat Ka’bah (no. 9 dalam gambar).
Ketika itu, bahkan sekedar untuk menyentuhkan jemari disana saja, kami harus mencobanya berulang- ulang. Gagal dalam satu putaran thawaf untuk menyentuh, kami ulangi lagi mencoba pada putaran thawaf berikutnya. Dan entah pada putaran keberapa ketika akhirnya aku berhasil sekedar menyentuhkan ujung jemariku disana. Itupun sebab sulit sekali melakukannya, adikku membantuku dengan memegang tanganku dan menyentuhkan jari- jariku.
Yang terjadi ketika kutemani putriku thawaf dini hari itu, sudut itu cukup lengang untuk bisa menyentuh bagian tersebut dengan leluasa.
Satu putaran thawaf dan kami bisa berdoa di Multazam tepat di sisi Ka’bah, menyentuh bagian tersebut dan lalu menyentuh bagian Ka’bah lain di Sudut Yaman, bagiku sudah merupakan karunia sangat besar.
Kami terus melangkah setelah sejenak berhenti di Sudut Yaman itu.
Dengan segera, tampak sekali begitu banyak manusia berjubel di satu sudut di depan kami.
Sudut dimana tempat batu hitam, Hajar Azwad itu berada.
Kuminta putriku berjalan di depanku.
Jika hanya salah satu dari kami yang nanti bisa mencium Hajar Azwad itu, pikirku, biarlah itu putriku. Aku sudah akan sangat bahagia jika dia bisa melakukannya. Tak perlu aku.