Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suatu Pagi, Ketika Bintang Bintang Terhambur Berwarna Warni seperti Kembang Api

21 Desember 2011   17:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:56 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu pagi di hari libur..

HARUM melati, kayumanis, pandan dan cengkeh berhamburan di seluruh ruangan di rumah kayu.

Dee membuka jendela- jendela rumahnya dan dengan senang hati menghirup udara pagi. Melihat kabut yang menggantung dan dengan takjub menatap bening embun di ujung daun.

Suaminya sedang memeriksa sepeda Pradipta. Melihat apakah ban sepeda perlu dipompa atau tidak. Sang istri sudah selesai menyiapkan bekal untuk mereka bawa.

Seperti yang dijanjikan suaminya pada Pradipta kemarin, pagi ini mereka akan berjalan- jalan ke sebuah danau penuh bunga teratai yang terletak tak jauh dari rumah mereka. Pradipta akan mengendarai sepeda merahnya, sementara Kuti dan Dee memilih untuk berjalan kaki dengan masing- masing akan menggendong salah satu dari sang bayi kembar Nareswara dan Nareswari.

Dee sendiri sungguh gembira bahwa hari ini mereka akan berpiknik ke danau tersebut. Tempat itu indah. Teratai berwarna merah muda keunguan yang melayang di atas air selalu tampak memikat disana.

Dee bahkan rasanya sudah dapat menghirup wangi cemara. Danau tersebut letaknya di tepi hutan cemara.

Ah, betapa akan indahnya pagi ini, pikir Dee.

Dia masih berdiri di tepi jendela, melihat burung- burung bercericit ceria di ranting pohon dan kelinci- kelinci yang menggeliat bangun. Rasa bahagia memenuhi seluruh rongga dadanya, dan hatinya, dan seluruh jiwanya.

Tak dapat dicegah, syair indah dari seorang pujangga menyeruak mengisi angan. Syair Kahlil Gibran tentang Suara Alam.

Ketika burung-burung bernyanyi, apakah
mereka memanggil bunga-bunga di ladang,
ataukah mereka sedang berbicara pada
pohon-pohon, atau mereka tengah
menggemakan bisikan anak-anak sungai?

Karena manusia manusia dengan
pemahamannya tak dapat mengetahui apa
yang dikatakan burung-burung, atau apa
yang didesahkan anak sungai, ataupun
apa yang dibisikkan oleh ombak ketika ia
menyentuh pantai dengan lembut dan
perlahan

Manusia dengan pemahamannya tidak
dapat mengetahui apa yang dikatakan
oleh hujan ketika turun di atas daun-daun
pohon, atau ketika ia mengetuk kaca
jendela dengan tetesannya. Manusia tidak
dapat mengetahui apa yang dibisikkan
angin sepoi- sepoi kepada bunga-bunga di
padang

Akan tetapi hati manusia dapat
merasakan dan memahami makna suara-
suara ini yang bermain di atas perasaan-
perasaannya. Kebijaksanaan Abadi
seringkali berbicara pada manusia dalam
bahasa yang sulit dipahami. Jiwa dan
Alam mengkomunikasikannya, sementara
manusia terpaku membisu dan bingung
dalam kekaguman

Sekalipun begitu, sudahkah manusia
menangis karena suara-suara itu?
bukankah air matanya mengesankan
sebuah pemahaman?

Dee melihat satu dua ekor kelinci melompat-lompat di halaman. Capung dan kupu-kupu mengepakkan sayap mereka, berputar terbang dan melayang seakan sedang menari.

Dan...

Tiba- tiba dirasakannya nafas hangat menghembus di belakang telinganya, disusul dengan tangan-tangan yang merengkuh tubuhnya.

Tentu saja dia tahu, siapa itu. Suaminya. Rupanya dia sudah selesai mengurus sepeda Pradipta dan masuk ke dalam ruangan dimana Dee berada tanpa terdengar oleh sang istri.

Tangan itu mulai membelai Dee.

Senyum Dee terkembang. Hembusan nafas itu makin hangat dan mendekat

Anak- anak belum bangun. Dee menikmati belaian dan hembusan nafas suaminya, dan tubuhnya terasa makin menghangat.

Kehangatan itu makin menjalar, menjalar, menjalar dan membara...

Sementara itu, sepasang kupu-kupu biru berkejaran di halaman.

Di dalam rumah kayu, harum melati serta kayumanis berhamburan. Kebahagiaan pagi itu dibuka dengan kenikmatan yang melemparkan mereka ke awan-awan.

Membubung tinggi, dan makin tinggi...

Lembut, menghangatkan rasa, dan membara serta memanas ketika mereka berdua bergerak mendekat ke arah pijar matahari. Panas dan membuat peluh menetes.

Pijar matahari semakin panas kala mereka makin mendekat pada suatu titik ledak yang kemudian, saat mereka tiba di sana, blarrr... ledakan besar pada suatu galaksi yang jauh dari bumi terjadi dan bintang-bintang berpendaran terhambur ke angkasa.

Berwarna-warni seperti kembang api.

Dan...

Mereka berpelukan makin erat menikmati kedekatan rasa itu.

Bersama.

Berdua ... ~

** gambar diambil dari: www.123rf.com **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun