Berapa banyak waktu yang dihabiskan para lelaki dan ayah pada petang dan malam hari di warung kopi itu, yang sebenarnya akan sangat berharga jika digunakan untuk melewatkan waktu bersama anak-anaknya di rumah.
Saat mendengar apa yang dikatakan ibu Elly ketika itu, terbayang olehku apa yang terjadi di banyak kota besar sebagai padanannya: bercengkrama di coffee shop, clubbing, atau apapun namanya, sepulang kantor.
Ada banyak gerai kopi modern yang harga secangkir kopinya sungguh aduhai yang biasa dikunjungi oleh banyak orang seusai jam kerja.
Sekalian nunggu macet, alasan yang diberikan. Yang well...ada benar dan ada tidaknya. Jam pulang kantor, jalanan memang macet, tapi bagaimanapun, seseorang toh akan lebih cepat juga sampai di rumah jika dia langsung pulang seusai kantor daripada duduk- duduk dulu satu-dua jam di gerai kopi.
***
Kembali pada apa yang pernah kudengar dari sesi presentasi ibu Elly beberapa tahun yang lalu itu, sebenarnya waktu yang dibutuhkan untuk menjaga hubungan uang sehat antara ayah dan anak tidaklah banyak.
Tiga puluh menit per hari.
Itu yang dikatakan ibu Elly.
Maka menjadi jelaslah bagiku kenapa ibu Elly menyentil kebiasaan mampir ke warung kopi di daerah dimana kami sedang berada itu.
Sebab orang biasanya ada di warung kopi lebih dari tiga puluh menit. Tapi lalu tiba di rumah larut malam dan tak lagi sempat menyisihkan waktu yang 'tiga puluh menit saja' bagi anaknya.
Padahal, adalah penting bagi para ayah untuk menjalin komunikasi dengan anak-anaknya. Baik dengan anak lelaki maupun perempuan.