***
Hasil test psikologi diperoleh. Tak ada keraguan, secara kemampuan intelektual, JB bisa masuk kelas akselerasi.
Maka sang orang tua memotivasi JB untuk makin giat belajar di kelas 3 tersebut demi mencapai prestasi akademik yang memungkinkan dia untuk masuk ke kelas akselerasi di tahun ajaran yang akan datang saat duduk di kelas 4 SD.
JB, juga semangat. Selama setahun selama duduk di kelas 3 dia berusaha keras untuk rajin belajar, mencapai prestasi cemerlang, menanti kenaikan ke kelas 4 agar dia bisa bergabung dengan kelas akselerasi. Hanya untuk kemudian sangat kecewa sebab pihak sekolah dan yayasan lalu mengingkari janji.
Dia seperti dilambungkan lalu dihempaskan begitu saja.
Sebab ketika JB naik ke kelas 4, lepas dari hasil test psikologi dan kemampuan akademiknya yang baik, sekolah tak lagi  bersedia memasukkan anak ini ke kelas akselerasi dengan alasan kebijakan sekolah sudah berganti. Tak perduli bahwa setahun sebelumnya mereka menjanjikan bahwa kesempatan bisa diberikan.
JB terpukul luar biasa. Marah sebab merasa sekolah tak menepati janji dan merasa usahanya sia- sia.
Dia menjadi pemberontak serta pembangkang. Sering sekali melawan guru untuk beragam hal. Itu berjalan bertahun- tahun sampai suatu ketika waktu dia duduk di kelas 5 SD, dia memprotes guru komputer yang entah kenapa menghentikan pelajaran sebelum waktu pelajaran berakhir sementara JB masih asyik dengan komputernya.
Alih- alih menangani protesnya dengan baik, Bapak guru itu naik darah dan lalu dengan kemarahan dan emosi tinggi mengangkat badan JB kemudian, membantingnya !
Secara harfiah benar- benar membanting tubuh anak kelas 5 SD ini ke lantai. Bayangkan !
Dan itu terjadi di sekolah swasta berbasis agama yang terkenal. Sekolah dimana banyak orang tua di awal tahun ajaran bersedia mengantri sekedar untuk bisa mendapatkan formulir pendaftaran.