Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Masukan Untuk Petugas Haji Indonesia [Laporan Langsung dari Madinah]

19 September 2014   14:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:15 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi begitulah. Rejeki memang tidak kemana. Ketika hati justru sudah dipersiapkan untuk gagal memasuki Raudhah atau bisa masuk tapi mengantri lamaaaaaaa sekali atau juga hanya bisa melintas cepat membaca doa singkat di sana tanpa sempat shalat, ternyata bukan itu yang terjadi.

[caption id="attachment_343256" align="aligncenter" width="640" caption="Raudhah di Masjid Nabawi (dok. Rumah Kayu)"]

1411086497714028560
1411086497714028560
[/caption]

Aku bahkan baru membaca sedikit buku doa dan dzikir yang kubawa dan kubaca saat mengantri, saat kami diijinkan masuk. Tampak di dalam Raudhah penuh padat, di belakang kami di luar tampak rombongan dari negara lain yang terkenal dengan fisik yang tinggi besar dan kekar serta konon tidak sabaran, sedang mengantri.

Konon, tidak sabar itu. Sebab walau sering kudengar ceritanya, tapi aku sendiri belum pernah menemui hal serupa itu. Sejak di airport, maupun di masjid, sikap mereka yang terlihat olehku malah baik- baik saja.

Dan apa yang menjadi kehandakNya terjadilah.

Tak perduli kami saksikan begitu padatnya area Raudhah, mayoritas dari rombongan kami segera bisa mendapat tempat lapang, walau kulihat juga satu dua orang harus wira-wiri mencari tempat.

Kumulai shalatku dengan shalat sunat mutlak dua rakaat. Aku shalat tanpa terganggu atau tersenggol sama sekali.

Kuingat apa yang dipesankan oleh mutawif setempat yang mengantar kami: jika kondisi masih memungkinkan silahkan ditambah shalatnya atau teruskan dengan berdoa.

Kusambung shalat mutlak itu dengan doa-doa. Lalu sebab kondisi masih lapang, belum ada aba-aba untuk bergerak keluar, kulanjutkan dengan shalat taubat dua rakaat. Lalu shalat hajat dua rakaat. Disambung dengan shalat hajat lagi dua rakaat.

Membanjir air mataku ketika itu. Mensyukuri begitu banyak karunia dan kemudahan serta rejeki yang dilimpahkan Yang Kuasa. Juga kupanjatkan doa, permohonan dan harapan bagi para sahabat, kerabat dan keluarga kami.

Kemudian kudengar suara mutawif yang mengantar kami: ibu-ibu, sudah cukup, mari keluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun