Kutuliskan post ini sebab sejujurnya, reaksi hatiku terasa tertusuk nyeri.
Sebab 'kebetulan' yang kusaksikan itu adalah para pejabat dan keluarganya.
Pengamatanku terbatas, tapi bahkan dari yang terbatas itu pun sudah cukup kudapat gambaran.
Ada walikota yang datang beserta istri dan anaknya. Ada keluarga salah seorang menteri (mertua, dan kerabat lain) berjumlah lima orang, juga hadir. Ada anggota DPR (atau DPRD, tapi begitulah, dengan atau tanpa D) juga muncul beserta istri dan anak.
Mereka tak terkatung-katung tentu saja. Datang sangat dekat waktunya dengan puncak kegiatan haji di Mina, Musdalifah dan Arafah, Mereka datang bergabung dengan rombongan haji lain yang sudah tiba hampir dua minggu sebelumnya di Tanah Suci, dan nanti akan pulang dengan jadwal yang sama. Artinya, rentang waktu perjalanan ibadah haji mereka lebih singkat, sekitar dua minggu saja sejak berangkat dari Tanah Air hingga pulang kembali.
[caption id="attachment_345212" align="aligncenter" width="640" caption="Kepadatan di sekitar pintu Masjidil Haram (dok. Rumah Kayu)"]
***
Kupahami bahwa visa haji non-kuota itu merupakan otoritas Kerajaan Arab Saudi.
Visa jenis ini sering disebut sebagai 'visa undangan kerajaan'.
Keberadaannya selalu menjadi kontroversi. Pihak Depag senantiasa mengatakan ini ilegal. Sejak beberapa tahun yang lalu pengetatan terjadi di Tanah Air, para calon jamaah haji yang berusaha berangkat dengan visa jenis ini banyak yang gigit jari, batal berangkat.
Beberapa hari yang lalu, di berita yang kubaca, kembali ada berita jamaah haji non-kuota yang tertahan di imigrasi, juga yang fasilitas akomodasinya tak manusiawi.