Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Keluarga Pejabat dan Visa Haji Non Kuota (Catatan Langsung Dari Mekah)

1 Oktober 2014   02:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:52 1762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_345206" align="aligncenter" width="640" caption="Jamaah Haji Memadati Masjidil Haram (dok. Rumah Kayu)"][/caption]

Tentang visa haji non kuota itu...

BEBERAPA hari yang lalu aku membaca berita mengenai komentar Menteri Agama tentang haji non-kuota, yang sering juga disebut haji ilegal, yang secara sederhana dalam prakteknya adalah cara keberangkatan berhaji tanpa mendaftar melalui Depag, dan karenanya tak perlu mengantri.

Antrian terjadi sebab begitu banyak umat muslim yang ingin menunaikan ibadah haji namun kapasitas terbatas. Maka ditetapkanlah kuota dengan rumus jumlah kuota 1/1000 dari penduduk muslim di suatu negara.

Nah jika pendaftar haji lebih banyak dari jumlah kuota yang tersedia, antrian terjadi. Calon jamaah haji harus mengantri bertahun-tahun menanti giliran.

[caption id="attachment_345211" align="aligncenter" width="640" caption="Jamaah haji menanti waktu shalat di Masjidil Haram (dok. Rumah Kayu)"]

1412078546327351291
1412078546327351291
[/caption]

***

Kembali pada kisah haji non-kuota, ini bukan berita baru. Dari tahun ke tahun haji non-kuota ini ada. Dengan beragam ceritanya.

Ada yang berhasil mendapat visa tapi tertahan di imigrasi bandara, baik di Tanah Air maupun di Jeddah. Ada yang lolos dari imigrasi tapi terkatung-katung, keleleran, tak jelas nasibnya sebab walau sudah membayar mahal, para jamaah haji ini tak memperoleh akomodasi yang selayaknya.

Tapi ada juga yang mulus-mulus saja. Visa diperoleh, tak perlu antri, dan di Tanah Suci juga memperoleh fasilitas yang baik.

Untuk klasifikasi yang terakhir, kusaksikan itu terjadi pada musim haji kali ini. Kulihat di Mekah, benar ada yang datang belakangan, dengan visa non-kuota, melenggang tanpa perlu antri.

Kutuliskan post ini sebab sejujurnya, reaksi hatiku terasa tertusuk nyeri.

Sebab 'kebetulan' yang kusaksikan itu adalah para pejabat dan keluarganya.

Pengamatanku terbatas, tapi bahkan dari yang terbatas itu pun sudah cukup kudapat gambaran.

Ada walikota yang datang beserta istri dan anaknya. Ada keluarga salah seorang menteri (mertua, dan kerabat lain) berjumlah lima orang, juga hadir. Ada anggota DPR (atau DPRD, tapi begitulah, dengan atau tanpa D) juga muncul beserta istri dan anak.

Mereka tak terkatung-katung tentu saja. Datang sangat dekat waktunya dengan puncak kegiatan haji di Mina, Musdalifah dan Arafah, Mereka datang bergabung dengan rombongan haji lain yang sudah tiba hampir dua minggu sebelumnya di Tanah Suci, dan nanti akan pulang dengan jadwal yang sama. Artinya, rentang waktu perjalanan ibadah haji mereka lebih singkat, sekitar dua minggu saja sejak berangkat dari Tanah Air hingga pulang kembali.

[caption id="attachment_345212" align="aligncenter" width="640" caption="Kepadatan di sekitar pintu Masjidil Haram (dok. Rumah Kayu)"]

14120786881187273925
14120786881187273925
[/caption]

***

Kupahami bahwa visa haji non-kuota itu merupakan otoritas Kerajaan Arab Saudi.

Visa jenis ini sering disebut sebagai 'visa undangan kerajaan'.

Keberadaannya selalu menjadi kontroversi. Pihak Depag senantiasa mengatakan ini ilegal. Sejak beberapa tahun yang lalu pengetatan terjadi di Tanah Air, para calon jamaah haji yang berusaha berangkat dengan visa jenis ini banyak yang gigit jari, batal berangkat.

Beberapa hari yang lalu, di berita yang kubaca, kembali ada berita jamaah haji non-kuota yang tertahan di imigrasi, juga yang fasilitas akomodasinya tak manusiawi.

Menteri Agama menghimbau, ke depan tak ada lagi jamaah haji yang berangkat dengan visa jenis ini. Atau jikapun memang ada, Menteri Agama meminta agar pihak Kedutaan Arab Saudi memberi kejelasan pada siapa saja visa diberikan agar calon jamaah haji terhindar dari kemungkinan tertipu pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

Aku setuju tentang hal itu. Dengan catatan tambahan, yakni bukan hanya agar tak ada lagi calon jamaah haji yang tertipu, tapi juga agar terang benderang bagaimana cara para pejabat dan keluarganya bisa memperoleh visa jenis ini dan toh tetap mendapat fasilitas yang baik di Tanah Suci.

Fakta bahwa mereka bisa begitu menunjukkan bahwa caranya memang ada.

Daripada gelap-gelapan, dan mengesankan bahwa mereka bisa begitu karena mereka pejabat, lebih baik diumumkan saja secara terbuka, bagaimana caranya.

Jadi paling sedikit, kesempatan yang sama diberikan pada semua orang. Beri tahu bagaimana cara memperoleh visa, pihak mana yang harus atau bisa dihubungi untuk mendapatkannya, berapa biayanya, bagaimana cara mengurus akomodasinya.

Terpaksa kutuliskan post ini sebab setelah berhari-hari kuendapkan, rasa nyeri itu makin menggigit hati.

Mayoritas jamaah haji dari Tanah Air harus mengantri lama untuk bisa berangkat. Tak kurang kusaksikan di sini nenek-nenek dan kakek-kakek tua yang setengah pikun datang beribadah haji.

Dari apa yang kudengar, mereka belum pikun saat mendaftar beberapa tahun yang lalu. Tapi bertahun-tahun dibutuhkan untuk menanti keberangkatan dan fisik mulai tergerogoti usia. Saat berangkat, fisik sudah melemah dan pikiran mulai pikun.

Kubaca berita tentang jamaah haji non-kuota yang terdampar berbelas jam di bandara.

Tapi.. ada pejabat dan keluarganya, termasuk anak remaja berusia belia, yang melenggang masuk tanpa antrian, dan aman-aman saja. Dan ada dari pejabat itu yang sebenarnya sudah haji, dan bukan berhaji yang pertama kali. Padahal Menag mengimbau dan mau membuat aturan yang isinya, mereka yang sudah haji disarankan untuk tidak pergi lagi, guna memberi kesempatan kepada mereka yang belum.

Yang kusaksikan pasti hanya sebagian kecil. Aku yakin ada lebih banyak lagi keluarga pejabat yang datang yang luput dari pengamatanku yang terbatas.

Seorang kawan berkomentar, "Enak ya, jadi mereka, bisa milih kapan mau berangkat, nggak kayak kita, nerima aja kapan dapatnya..."

Komentar ini diberikan karena dalam percakapanku dengan kawan itu, kami menduga bahwa faktor wukuf di Arafah yang tahun ini jatuh di hari Jumat yang oleh sebagian orang dikenal sebagai Haji Akbar akan mendorong banyak pejabat (dan keluarganya) untuk datang berhaji.

Katakanlah itu rejeki mereka. Katakanlah begitu, tapi sejujurnya, aku pribadi merasa seperti disalip di tikungan...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun