Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Melarang Perayaan Valentine untuk Mencegah Seks Bebas itu Cuma Menyentuh Kulit Bukan Isi

15 Februari 2015   04:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:10 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14239234981336532893

14 Februari...

SETELAH berhari- hari hujan mengguyur deras, pagi di rumah kayu hari ini dibuka dengan cuaca yang cerah.

Mereka semua libur hari ini. Kuti, Dee, ada di rumah. Begitu juga Pradipta dan kedua adiknya, sebab mereka bersekolah lima hari saja dalam seminggu.

Dee menyiapkan coklat hangat untuk mereka semua di pagi itu. Dan beberapa tangkup roti untuk sarapan. Dengan senang hati, dinikmatinya kegembiraan berkumpul berasma keluarga seperti itu.

Ini hari Valentine.

Tidak ada yang berubah dalam kegiatan keseharian keluarga mereka. Tidak ada acara istimewa. Dan mungkin memang tak perlu.

Dee tak lagi merasa membutuhkan hadiah apapun. Dia sudah selalu menganggap suami dan anak- anaknya sebagai hadiah besar yang disyukuri dalam setiap helaan nafasnya.

Dia mencintai mereka, setiap saat, setiap detik. Dia tahu mereka semua juga mencintainya.

Tak lagi perlu perayaan hari Valentine, jika itu menyangkut keluarganya. Sebab, setiap hari adalah hari kasih sayang baginya.

Namun...

Tak pelak Dee menggeleng- gelengkan kepala melihat betapa repot dan riuh rendahnya reaksi terhadap perayaan Hari Valentine. Sampai beberapa kepala daerah, lembaga, sekolah dan entah apa lagi sibuk mengeluarkan instruksi untuk tak merayakan Hari Valentine.

Lho, kenapa, pikir Dee ?

Dee paham, tujuan pelarangan itu bukan pada orang dewasa yang telah berkeluarga sepertinya, tapi pada para remaja.

Dan Dee juga pernah remaja.

Tentang hari Valentine, jika ditanyakan padanya, apa yang dia pikirkan tentang hari Valentine, baik saat remaja maupun saat ini, maka jawabannya hanya satu: coklat.

Ha ha.

Benar, sesederhana itu.

Coklat.

Jadi bagi Dee, mengapa harus begitu ribut, geger, was- was, untuk suatu peristiwa yang bahkan baginya tergambar sebagai coklat?

Ah baiklah, mungkin tak semata coklat, tapi coklat berbentuk hati, di dalam kotak berpita.

Apa yang salah dengan hal itu?

***

[caption id="attachment_368941" align="aligncenter" width="449" caption="Gambar: hipish.free.fr"][/caption]

Oh, tapi Dee tentu saja juga tahu, beragam keriuhan dan larangan itu memang bukan karena urusannya 'semata coklat' seperti itu.

Tapi konon, karena Hari Valentine lalu digunakan sebagai kesempatan untuk melakukan seks bebas.

Hmmm...

Dee sendiri berpaham konservatif. Dia jelas bukan penganut faham sex bebas dan akan mengatakan TIDAK dengan tegas terhadap premarital sex. Terhadap faham dan perilaku seks bebas.

Tapi melarang perayaan Hari Valentine akibat kaitannya dengan perilaku sex bebas?

Duh, bagi Dee... itu seperti hanya menyentuh permukaan. Bukan esensinya.

Perilaku seks bebas itu tidak muncul tiba- tiba di Hari Valentine. Bukan semata karena 14 Februari lalu ujug- ujug -- tiba- tiba -- para remaja akan melakukan hal tersebut.

Perilaku itu muncul atas nilai- nilai yang dibangun pada diri para remaja itu. Dan seperti kita semua tahu, nilai- nilai dalam diri seseorang tidak terbangun dalam hitungan jam, dalam hitungan hari, apalagi muncul mendadak pada suatu hari bertanggal 14 Februari. Nilai- nilai itu dibangun, dipelajari, dicerna, difahami dan dicerminkan dalam tindakan sebagai suatu rangkaian panjang pembelajaran dalam hidup anak- anak remaja itu.

Lihatlah bagaimana di banyak tempat para remaja sering duduk berdua di atas motor di tempat gelap. Lihatlah bagaimana mereka mencari kesempatan saling meraba bagian- bagian intim, bahkan di tempat umum.

Dee juga pernah melihat artikel yang menampilkan keprihatinan sebab ketika penulis artikel itu sedang berwisata ke sebuah tempat wisata di suatu daerah, dia melihat beberapa pasang remaja yang dari tindak tanduknya jelas sedang melakukan sesuatu yang sudah terlalu jauh untuk dilakukan mereka.

Itu yang dimaksud Dee.

Jika tidak setuju terhadap seks bebas, bukan gegap gempita pelarangan di Hari Valentine yang mesti dilakukan. Orang- orang, baik remaja maupun orang dewasa, yang bisa, mau, dan biasa melakukan seks bebas akan melakukannya, apakah itu di Hari Valentine maupun bukan. Begitu pula sebaliknya, seseorang yang meyakini bahwa hal semacam itu hanya boleh dilakukan dalam pernikahan yang syah tak akan melakukannya, kapanpun juga, di tanggal 14 Februari sekalipun.

***

Menurut Dee, pelarangan perayaan Hari Valentine justru mendangkalkan masalah. Semata menyentuh permukaan, dan bukan inti persoalan.

Dee sendiri tak khawatir dengan Hari Valentine. Dia tahu, di luar sana banyak remaja yang jikapun merayakannya, sekedar bertukar kartu, coklat atau boneka beruang atau seikat bunga. Biar sajalah mereka begitu. Itu bagian dari kesenangan masa remaja yang kelak akan menjadi sesuatu yang manis untuk dikenang, walau juga lalu akan dipahami sebagai sesuatu yang "nggak perlu- perlu amat dilakukan" saat dewasa ketika mereka mulai bersikap realistis dan praktis.

Dia juga tahu, di tanggal 14 Februari ini, ada juga banyak remaja yang tenang- tenang berada di rumah, bermain dan bercengkrama dengan kedua orang tua dan saudara- saudaranya di rumah mereka yang hangat dan penuh cinta. Mereka tak terpengaruh, tak terusik dengan urusan Hari Valentine sebab cinta selalu ada di sekitar mereka.

Ah.

Dee tak menutup mata. Mungkin memang ada sebagian remaja yang melakukan hal- hal yang tak sepatutnya mereka lakukan. Sesuatu yang terlalu jauh bagi mereka yang berusia belia di Hari Valentine ini. Tapi sekali lagi, hal semacam itu tak bisa diselesaikan semata dengan pelarangan perayaan Hari Valentine.

Jika ingin mencegah hal semacam ini terjadi, ajaran terhadap nilai- nilai hiduplah yang harus dilakukan, dan itu bahkan sudah harus dilakukan sejak usia yang sangat dini, jauh sebelum mereka menginjak usia remaja, agar saat mereka remaja, nilai- nilai itu sudah bersatu dengan dirinya dan mereka bisa dengan kuat memilih sikap untuk menjauhi seks bebas yang dikhawatirkan terjadi itu. Setiap hari. Setiap saat.

Pada hari Valentine maupun bukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun