Negara kita saat ini sedang tidak kondusif. Setelah kemarin tanggal 24 September 2019 puluhan ribu mahasiswa se Indonesia melakukan demo serentak di berbagai kota hingga jatuh ratusan korban luka.
Hari ini terjadi lagi beberapa demo mahasiswa di berbagai daerah yang berujung rusuh, dan puncaknya adalah demo yang terjadi malam ini di kawasan Slipi dan Pal merah (seputaran gedung DPR) yang belum berakhir. Demo aneh ini sepertinya dilakukan oleh massa tak dikenal yang berkali-kali memancing provokasi terhadap aparat keamanan.
Di sisi lain hari ini adalah Bad Day buat saya. Sore tadi saya mendengar kabar duka dari Wamena Papua. Seorang sahabat, seorang kakak kelas yang sudah sekitar 40 tahun tinggal di Wamena Papua ternyata sudah berpulang ke Rahmatullah. Almarhum menjadi korban kerusuhan massa di Wamena 2 hari lalu. Dalam kabar itu juga disebut Kepala RSUD Wamena juga wafat, ikut menjadi korban kerusuhan Wamena. Â Kurang lebih seperti itu kabar buruk dari Papua.
Kembali lagi pada Eskalasi politik yang memanas akibat puluhan demo yang terjadi sejak kemarin, pagi tadi seorang Elit PDIP yaitu Eva Sundari membuat pernyataan bahwa Jokowi tidak akan menerbitkan Perppu UU KPK karena negara ini sedang dalam kondisi normal. Â Saya hanya bisa mengernyitkan kening saja ketika membaca berita itu tadi pagi.
Menjelang magrib tadi saya memantau siaran TV. Ternyata berita Demo di seputaran Gedung DPR Senayan siang tadi yang dikabarkan dilakukan oleh para pelajar SMK ternyata hingga magrib tadi masih saja berlangsung. Cukup aneh buat saya memantau berita ini.
Baru kali ini terjadi sejak zaman Reformasi ada Demo yang dilakukan oleh pelajar setingkat SMU. Lucunya juga para pelajar ini tidak ada yang membawa sama sekali poster-poster Demo. Sepertinya demo itu mendadak. Â Mungkin tiba-tiba ada yang menggerakan mereka untuk turun ke jalan. Â Sejak siang tadi saya berpikir pasti ini ada donator yang menawarkan Uang Demo yang menggiurkan sehingga para pelajar SMK ini bersedia datang ke Senayan dan berdemo.
Saya pikir pasti magrib tadi sudah bubar. Tapi ternyata sampai  jam 10 malam tadi di berbagai stasiun tivi dikabarkan demo itu masih berlangsung.  Malah sudah terjadi kerusuhan dimana pos polisi dan fasilitas public lainnya dibakar massa.Â
Menyimak berita terakhir tadi jam 10 malam, saya menjadi yakin bahwa massa itu bukanlah massa pelajar SMK. Mungkin saja masih ada tersisa massa pelajar SMK yang ikut demo tadi siang tapi menjelang jam 7 dikabarkan Kompas TV tiba-tiba muncul kembali konsentrasi massa di kawasan Slipi. Inilah  yang saya yakini merupakan massa baru dengan agenda khusus yaitu ingin menciptakan kerusuhan.
Lihatlah gambar berikut. Perhatikan massa yang berseragam putih abu-abu itu. Dari posturnya terlihat mereka jauh lebih dewasa dari umur anak-anak SMK.
Kejadian kerusuhan pada tanggal 22 Mei 2019 lalu di depan Gedung Bawaslu sudah menunjukkan eksistensi dari kelompok tak dikenal ini. sepertinya target mereka memang ingin selalu membuat kerusuhan di setiap demo-demo yang dilakukan masyarakat belakangan ini.Â
Ini sungguh berbahaya karena bila sampai ada warga setempat yang tidak sadar dan tidak tahu agenda kelompok tak dikenal ini dan kemudian terprovokasi dengan hasutan maupun janji imbalan demo, bisa jadi ketika demo itu rusuh maka warga itu yang menjadi korban bentrok massa seperti yang terjadi pada tanggal 22 Mei lalu di depan gedung Bawaslu.
Sudah seharusnya Polri meminta bantuan TNI untuk menangkap oknum-oknum massa ini. Sudah jelas mereka berdemo tanpa agenda yang jelas dan tidak jelas mereka berasal darimana. Harusnya segera ditangkap dan diusut bahwa mereka digerakkan oleh siapa.
Begitulah sekilas kejadian hari ini yang bisa saya ceritakan.
MENGAPA JOKOWI BERSEMBUNYI SAAT INI?
Dari pemaparan-pemararan diatas, Intinya menurut saya  hari ini negeri kita sedang tidak kondusif. Aspirasi masyarakat luas yang meminta UU KPK yang baru dicabut dan 4 RUU lainnya dibatalkan ternyata tidak direspon dengan baik oleh pemerintah. Responnya hanya 4 RUU ditunda sementara "biang kerok utamanya" yaitu Revisi UU KPK yang kontroversial malah diabaikan oleh pemerintah.
Malam ini setelah 2-3 hari terakhir suhu politik memanas, keadaan tidak menentu, kondisi keamanan tidak kondusif, sebenarnya masyarakat luas sedang menunggu-nunggu tampilnya Para Pemimpin untuk berbicara ke public. Presidenlah yang paling ditunggu rakyat untuk tampil menenangkan keadaan.
Sayangnya Presiden Jokowi sepertinya menyembunyikan diri dan tidak mau tampil ke depan public. Ada apa dengan Jokowi, mengapa kesannya terlalu acuh dengan apa yang terjadi? Atau ada pihak-pihak yang melarangnya untuk tampil kedepan public?
Alih-alih Presiden yang muncul untuk menenangkan keresahan public dalam 2 hari ini, ternyata sore tadi yang muncul malah  Menkumham Yasona Laoly. Dia lagi, dia lagi.  Di kompleks Istana Kepresidenan Yasona menyampaikan sekali lagi bahwa Presiden tidak akan mengeluarkan Perppu untuk UU KPK yang baru disahkan.
Wah ini mah benar-benar tidak bagus. Di saat masyarakat luas menunggu-nunggu Presiden RI saat ini tampil ke public untuk menenangkan rakyatnya, ternyata yang muncul hanya Elit dari partai pendukungnya. Ternyata rekan sesama partainya yang menjadi juru bicara Presiden dimana disebutkan bahwa Presiden tidak akan menarik UU KPK yang bermasalah tersebut.
Ini blunder besar bagi pemerintahan Jokowi. Â Saya yakin besok-besok demo-demo mahasiswa akan tetap berlanjut. Saya yakin sikap Presiden yang seolah-olah lari dari kenyataan ini akan menggerus legitimasinya secara perlahan-lahan.
Padahal seharusnya Jokowi sebagai Presiden RI saat ini dan akan tetap menjadi Presiden RI Â 5 tahun ke depan (dilantik 20 Oktober 2019), sudah seharunya tampil ke public dan berusaha menenangkan rakyatnya. Â Sayangnya hal ini tidak terjadi. Mungkin ada sesuatu di Istana Kepresidenan.
SOLUSI TERMUDAH DAN SANGAT EFEKTIF MEREDAM GEJOLAK MASYARAKAT ADALAH MENERBITKAN PERPPU. MENGAPA LANGKAH MUDAH INI TIDAK DIAMBIL PRESIDEN? APA RUGINYA UNTUK NEGERI INI BILA DITERBITKAN PERPPU UU KPK?
Secara logika manapun, orang-orang yang jeli membaca UU KPK yang baru (apalagi orang-orang Hukum) pasti paham sekali Pasal-pasal  UU KPK yang baru itu benar-benar akan melemahkan KPK.
Poin pentingnya kurang lebih dalam UU KPK yang baru disebut Lembaga Ini bukanlah Lembaga Independen lagi. Â
Dan yang paling mencolok adalah keberadaan Dewan Pengawas KPK. Â Dewan Pengawas ini disebut dibentuk oleh Presiden. Dari situ saja sudah jelas logikanya bahwa Presiden kemungkinan besar punya potensi untuk mengintervensi KPK. Â Nah kalau Presidennya dikendalikan oleh Partai Pendukungnya maka KPK pun akan bisa dikendalikan Partai Pendukung yang mengendalikan Presiden sekaligus mengendalikan Dewan Pengawas KPK.
Dalam penjelasannya di UU KPK yang baru disebut bahwa, KPK boleh melakukan Penyadapan bila ada izin dari Dewan Pengawas. Â Ijin itu diberikan Dewan Pengawas setelah Penyidik KPK melakukan Gelar Perkara yang dihadiri Dewan Pengawas.
Logikanya, bagaimana mungkin Penyidik KPK bisa melakukan Gelar Perkara agar bisa melakukan penyadapan kalau data penyidikan (alat bukti) sebelumnya tidak cukup? Justru penyadapan itulah yang selama ini menjadi informasi penting sekaligus alat bukti untuk kasus-kasus OTT.  Jadi dapat dikatakan dengan UU KPK yang baru, dengan izin penyadapan yang berbelit-belit dapat dikatakan bahwa nantinya  tidak akan terjadi lagi OTT KPK terhadap pejabat manapun.
Lalu mengenai pegawai KPK yang harus berstatus PNS. Dengan kondisi itu Men PAN dari Pemerintah bisa saja sesuka hatinya memindahkan pegawai KPK tersebut ke lembaga negara lainnya. Bagaimana ceritanya kalau pegawai KPK tersebut sedang mengerjakan kasus penting dan dipindah begitu saja oleh pemerintah yang berkuasa?
Dan seterusnya dan seterusnya. Sangat banyak pasal-pasal yang kalau dipelajari dengan seksama dapat disimpulkan bahwa UU KPK yang baru itu benar-benar membuat KPK akan mandul.
Menjadi sangat aneh karena ternyata mungkin Jokowi tidak membaca lengkap draft UU tersebut sehingga mau saja membubuhkan tanda-tangan persetujuan revisi UU KPK. Â Aneh juga kalau semua anggota dewan pertimbangan Presiden tidak ada yang membaca Draft UU KPK itu dan tidak memberi tahu kepada Jokowi tentang dampak-dampak buruknya UU tersebut terhadap KPK.
Kesimpulannya kemudian, sebenarnya jauh hari sebelum disahkan di DPR, kalau saja Jokowi mau mendengar aspirasi rakyat yang sangat banyak yang menolak revisi UU KPK tersebut, tentu Jokowi bersedia mencari tahu apa alasannya dan mencoba membaca secara lengkap draftnya.
Kalaupun sudah terlanjut menanda-tanganinya meski tidak sempat membaca lengkap UU KPK tersebut, lalu melihat semakin besar penolakan rakyat terhadap UU ini sewaktu disahkan DPR, seharusnya Jokowi sudah mengambil ancang-ancang untuk membuat Perppu. Tidak perlu menunggu lagi aka nada demo-demo yang terjadi selanjutnya.
Tapi apa boleh buat. Setelah 2 hari ini gelombang Demo mahasiswa sudah semakin membesar, suhu politiik semakin memanas ternyata yang terjadi Jokowi malah "bersembunyi" dari public dan tidak mau tampil.Â
Malah elit-elit dari PDIP seperti Eva Sundari dan Yasona Laoly yang berulang kali menyampaikan ke public bahwa Presiden tidak akan menerbitkan Perppu atas UU KPK yang baru. Silahkan saja kalau ada yang mau Yudicial Review ke MK.
Akhirnya saya hanya bisa geleng-geleng kepala saja. Bingung tak habis pikir.Â
Sebenarnya apa sih alasan dari Pemerintah (Dibaca : PDIP dan kawan-kawan) Â untuk tetap keukeuh membuat UU KPK yang baru yang jelas-jelas akan memandulkan KPK?
Dimana sebenarnya posisi Presiden RI saat ini? Dengan gejolak politik yang luar biasa seperti saat ini mengapa Jokowi tidak mau muncul ke public?
UU KPK yang baru jelas-jelas merugikan rakyat karena berpotensi memandulkan KPK. Apa ruginya bagi Jokowi untuk menerbitkan Perppu demi rakyat yang memilihnya?
Sekian.
Sumber gambar dan berita :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H