Pemerintahanpun berganti, Jokowi dan Ahok yang merupakan "orang kampung", datang ke jakarta dengan gaya "sederhana". Kebiasaaan turun langsung ke lapangan oleh kedua orang ini, dicemooh karena awal Jokowi turun masuk gorong-gorong yang akhirnya menemukan banyak sisa kabel bekas proyek-proyek yang menyumbat di sekitar istana dan bundaran HI, justru membuat Istana dan Bundaran HI kebanjiran.Â
Sayangnya, cemooh itu akhirnya senyap, karena tahun berikutnya, bahkan dengan gempuran air dari bogor-pun, titik banjir di Jakarta turun drastis dengan program mereka yang meningkatkan GAJI petugas kebersihan, program KALI BERSIH baik kerja fisik pembersihan maupun relokasi penghuni bantaran kali ke rusun, belanja ALAT BERAT untuk kebersihan, KAMPANYE buah sampah yang gencar, serta DENDA 500ribu rupiah jika tertangkap basah membuang sampah sembarangan. Sejak saat itu, tidak aneh jika masyarakat Jakarta saat mereka berangkat beraktifitas, siang hari, sore, dan malam hari, disetiap sudut kota Jakarta banyak menjumpai petugas kebersihan yang bekerja tidak kenal waktu.
Pengangkatan Jokowi sebagai Presiden kemudian membuat proses ini semakin baik. Kondisi banjir di rumah kami sampai akhir jabatan Ahok sebagai gubernur yang dilanjutkan Djarot hanya tinggal se-mata kaki saja, dengan waktu surut hanya dalam hitungan 2-3 jam.
Sebuah kondisi yang akhirnya membuat kami berpikir, ternyata selama ini seharusnya kita mampu memaksimalkan fungsi otak untuk berkikir keras, dan bekerja dengan baik agar bisa mengatasi banjir. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat berarti belum bekerja maksimal melayani warganya dalam hal penanggulangan banjir.
====
Situasi "tanpa banjir" pun akhirnya kami rasakan selama hampir 3 tahun terakhir. Dan minggu kemarin, banjir kami rasakan kembali, rasanya tidak percaya kejadian ini menimpa kami kembali. Hal yang justru kami pikir seharusnya dari terakhir semata kaki, harusnya saat ini bisa menjadi kering atau betul-betul bebas banjir.
Kejadian bertahun lalu jelas kami rasakan kembali, air naik yang akhirnya mencapai lutut di dalam rumah hanya hitungan waktu kurang dari 2 jam. Masa-masa inilah kekesalan kami memuncak, karena memang di kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan yang digadang sebagai Gubernur pilihan Ummat (sering juga disebut Googbener Indonesia, atau Gubernur rasa Presiden) ini, banyak sekali kami rasakan sebagai bentuk kemunduran di ibukota.Â
Bagaimana tidak, Anies yang ketika masa kampanye menyebut pemerintahan sebelumnya seperti Firaun yang hanya bisa membangun gedung megah, pemerintahan yang hanya bisa membangun lokasi untuk foto-foto ini, ternyata membangun 2 lokasi taman saja tidak maksimal, Taman piknik (baca disini) dan taman skatepark slipi (baca disini) terlihat banyak sekali kekurangannya, belum lagi yang baru-baru ini dibanggakan yakni 3 JPO juga banyak kekurangan sana sini (baca disini), Namun walau begitu, kami sekeluarga tetap menghargai, atau usahanya, yang kini juga mulai mengikuti program-program pendahulunya yang memang terbukti berhasil dan bermanfaat untuk warga jakarta.
Ketika dulu, petugas-petugas tata air sering terlihat mengeruk got dan gorong-gorong, lalu memasukkan kotoran atau pasir/tanah kedalam karung-karung untuk kemudian diangkut truk sampah jelang musim hujan, kali entah mengapa pemandangan petugas dan karung-karung tadi jarang terlihat lagi.