Minggu-minggu terakhir ini betul-betul kejutan. Gak nyangka aja, semoga apa yang terjadi pertanda baik buat saya dan keluarga kedepannya. Amiinn...
===
Tiba-tiba ? Iya, lha wong saya lagi angkat-angka kasur karena terbangun gara-gara "gledek", dan ketika bergerak dan menginjakkan kaki ke lantai malah menginjak air yang sudah mulai keluar dari sela-sela keramik. Sambil burubiri angkat-angkat barang dan membangunkan anak-anak yang tertidur pulas, jam 3 pagi itulah saya mencuit demi mengabadikan kejadian "fenomenal" ini.
Nah, ditengah-tengah air yang sudah mulai hampir menyentuh mata kaki, ponsel saya yang tergeletak di tangga menuju lantai 2 mulai menunjukkan notifikasi agak banyak di twitter, namun tidak saya pedulikan karena sibuk ambil foto dan video kejadian ini...sekedar dokumentasi buat di Facebook seperti banjir-banjir sebelumnya, karena sosmed inilah yang paling aktif kami gunakan selama ini (baik buat berbagi ilmu, berbai cerita dan pengalaman, juga mengkritisi suatu produk pilihan kami atau pemerintah karena akun merekapun aktif di facebook jadi mudah untuk kami tag).
Sama seperti tahun-tahun lalu, kejadian air mulai keluar dari keramik itu buat kami adalah tanda-tanda kalau kurang dari 30 menit lagi, air akan masuk dari jalanan depan rumah dan siap membanjiri dalam rumah dengan dahsyat.
Benar saja, kurang dari 20 menit, air mulai masuk dengan deras, setelah angkat ini itu ke lantai 2, kami justru baru ingat kalau beberapa novel anak dan dokumen-dokumen catatan kesehatan anak dan beberapa materi kuliah justru belum "terselamatkan", walhasil seluruhnya sudah terendam kira-kira 15 menit...dan sebagian tidak terselamatkan.
====
Sebetulnya untuk urusan tulis menulis, baik berita, script program televisi atau sinetron dan film, atau bahan perkuliahan adalah makanan sehari-hari, karena memang sejak jaman kuliah sampai sekarang saya bekerja di industri televisi dan film, yang sejak dulu menuntut untuk bisa dalam urusan tulis menulis dan pengembangan ide, serta copywriting yang bisa "nendang" untuk menarik perhatian publik.
Tapi, kalau urusan tulis menulis untuk lingkup pribadi, saya betul-betul "baru mulai" lagi. Setelah tahun lalu tersadar kalau blog saya hilang entah kemana, padahal dari dulu lumayan rajin nulis di blog jika ada waktu luang. Namun memang, setelah cukup intens di Friendster yang dilanjut ke Facebook sejak 2004-an, menulis di blog jauh berkurang sampai akhirnya betul-betul "diabaikan" sejak 2007-2008. Yah, soalnya menulis di blog itu biasanya akan panjaaa....ng sekali, jauh jika menulis di Friendster atau Facebook yang bisa jauh lebih singkat (dan padat) walau kadang jadi tidak jelas saking singkat dan padatnya.
Namun seiring perjalanan waktu, keinginan nge-blog lahir lagi. Selain karena sekarang sudah lebih banyak waktu "luang" di pekerjaan, saya juga makin sadar akan "lemah"nya Facebook dalam berbagi ide/gagasan untuk dibaca dan dimengerti publik. Pembaca di Facebook tidak bisa mengeksplorasi dengan lengkap apa yang disampaikan oleh pembuat tulisan, karena keterbatasan ruang tulis, dan jika tulisan tadi harus dilengkapi data baik langsung maupun meminta pembaca untuk membuka tautan secara terbuka maupun diembeded dalam suatu kata tertentu.
Jadi karena ingin mulai nge-blog lagi inilah, akhirnya saya otomatis kembali menggunakan akun media sosial lainnya berupa twitter dan instagram yang sebelumnya terhitung sangat jarang saya gunakan sejak dibuat. Bayangkan saja, sejak saya punya akun twitter, mungkin kurang dari 10 kali saya mencuit, itupun beberapa karena saya mengcomplain mengenai layanan produk tertentu. Sedangkan instagram, akun ini saja dibuat oleh asisten saya di kantor dengan alasan dia perlu untuk men-tag nama saya di akun instagram program televisi yang saya buat (yang kemudian setelah beberapa minggu tag tadipun saya hilangkan, karena saya tidak mau orang terlalu banyak mengenal saya secara terbuka).
====
Terkait Viral, beberapa selebriti tanah air yang pernah saya percayakan memegang program yang saya ampu seringkali juga "curhat" (terutama jika mereka berharap terus dipercaya memegang program tadi, honor yang telat turun dari tv station, atau mohon bantuan buat push approval permohonan naik fee, hahahahaha kidiing !! managernya lah yang biasanya begitu). Kalau para selebriti ini biasanya cerita-cerita seputar kesehariannya, cita-citanya, dan "persaingan" di dunia yang teramat kejam ini :).
Selain seringkali menjadi "tong sampah" curhatan mereka tadi, kadang dalam menyikapinya saya merasa hal tadi itu lucu, aneh, bahkan kadang bikin saya rada marah, karena masa sih gara-gara urusan "receh" tadi program saya jadi rada tersendat karena harus re-take beberapa kali adegan, atau bahkan dipaksakan selesai walau hasil kurang maksimal (ya mau gimana lagi, mereka kuncinya, tapi malah "down" di hari itu).
Lalu, saya yang justru lebih sering hanya sebagai pendengar (beneran pendengar, karena tanpa komen, masukan balik, atau lainnya) ketika mereka bercerita, kali ini sepertinya "kena batu"nya, CUITAN TWITTER SAYA VIRAL !!!
====
Saya yang memang merasakan banjir di rumah sejak 1997 akhir ini, dulu merasa banjir ini sudah menjadi hal wajar...bahkan sangat wajar terkait memang budaya kita yang mendisiplinkan diri membuang sampah pada tempatnya sudah sulit untuk dirubah. Berbagai himbauan pemerintah, ceramah-ceramah agama, bahkan jargon-jargon yang dipasang di spanduk, papan-papan reklame, dll mengenai menjaga kebersihan lingkungan (terutama agar tidak terjadi banjir) merupakan hal biasa yang kita temui di keseharian kita.
Tahun 1997, pertama kalinya banjir menggenagi dalam rumah sekitar setinggi betis orang dewasa, yang setiap tahunnya bertambah dan bertambah tinggi, sampai puncaknya di tahun 2007 air menggenangi rumah setinggi pinggang orang dewasa dan begitu seterusnya, dengan waktu surut air sekitar 5-10 hari. Jadi, selama itu pula kami sekeluarga beraktifitas ke tempat kerja harus naik layanan jada "rakit" menuju lokasi yang kering setelah 2-3 hari kemudian.Â
Maklum, tempat tinggal kami memang dekat dengan kali dan tidak jauh dari laut, jadi memang kalau jakarta banjir, lokasi kami merupakan wilayah yang paling lama surut airnya (so, wajar yah kalau kami selalu "pasrah" setiap kali banjir). Itupun belum terhitung, jka banjir, segalam macam barang pasti lewat depan rumah, sampah plastik, kaleng-kaleng bekas, ban bekas, bathtub, bahkan kasur, betul-betul pemandangan biasa setiap tahun jika kami kebanjiran.
Tahun 2010-2012 merupakan tahun terburuk soal banjir, karena di tahun ini kami kebanjiran 2-4 kali tiap tahun. Saat itu kami makin hopeless, karena memang tidak ada pilihan lain, ini sudah "takdir" yang tidak bisa dilawan. Berkah hujan ternyata bisa menjadi bencana bila manusianya tidak disiplin dan mau merubah dirinya sendiri, pemerintah sudah berusaha maksimal, belum lagi lokasi banjir yang semakin banyak membuat hal ini makin menjadi hal yang sangat lumrah.
Pemerintahanpun berganti, Jokowi dan Ahok yang merupakan "orang kampung", datang ke jakarta dengan gaya "sederhana". Kebiasaaan turun langsung ke lapangan oleh kedua orang ini, dicemooh karena awal Jokowi turun masuk gorong-gorong yang akhirnya menemukan banyak sisa kabel bekas proyek-proyek yang menyumbat di sekitar istana dan bundaran HI, justru membuat Istana dan Bundaran HI kebanjiran.Â
Sayangnya, cemooh itu akhirnya senyap, karena tahun berikutnya, bahkan dengan gempuran air dari bogor-pun, titik banjir di Jakarta turun drastis dengan program mereka yang meningkatkan GAJI petugas kebersihan, program KALI BERSIH baik kerja fisik pembersihan maupun relokasi penghuni bantaran kali ke rusun, belanja ALAT BERAT untuk kebersihan, KAMPANYE buah sampah yang gencar, serta DENDA 500ribu rupiah jika tertangkap basah membuang sampah sembarangan. Sejak saat itu, tidak aneh jika masyarakat Jakarta saat mereka berangkat beraktifitas, siang hari, sore, dan malam hari, disetiap sudut kota Jakarta banyak menjumpai petugas kebersihan yang bekerja tidak kenal waktu.
Pengangkatan Jokowi sebagai Presiden kemudian membuat proses ini semakin baik. Kondisi banjir di rumah kami sampai akhir jabatan Ahok sebagai gubernur yang dilanjutkan Djarot hanya tinggal se-mata kaki saja, dengan waktu surut hanya dalam hitungan 2-3 jam.
Sebuah kondisi yang akhirnya membuat kami berpikir, ternyata selama ini seharusnya kita mampu memaksimalkan fungsi otak untuk berkikir keras, dan bekerja dengan baik agar bisa mengatasi banjir. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat berarti belum bekerja maksimal melayani warganya dalam hal penanggulangan banjir.
====
Situasi "tanpa banjir" pun akhirnya kami rasakan selama hampir 3 tahun terakhir. Dan minggu kemarin, banjir kami rasakan kembali, rasanya tidak percaya kejadian ini menimpa kami kembali. Hal yang justru kami pikir seharusnya dari terakhir semata kaki, harusnya saat ini bisa menjadi kering atau betul-betul bebas banjir.
Kejadian bertahun lalu jelas kami rasakan kembali, air naik yang akhirnya mencapai lutut di dalam rumah hanya hitungan waktu kurang dari 2 jam. Masa-masa inilah kekesalan kami memuncak, karena memang di kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan yang digadang sebagai Gubernur pilihan Ummat (sering juga disebut Googbener Indonesia, atau Gubernur rasa Presiden) ini, banyak sekali kami rasakan sebagai bentuk kemunduran di ibukota.Â
Bagaimana tidak, Anies yang ketika masa kampanye menyebut pemerintahan sebelumnya seperti Firaun yang hanya bisa membangun gedung megah, pemerintahan yang hanya bisa membangun lokasi untuk foto-foto ini, ternyata membangun 2 lokasi taman saja tidak maksimal, Taman piknik (baca disini) dan taman skatepark slipi (baca disini) terlihat banyak sekali kekurangannya, belum lagi yang baru-baru ini dibanggakan yakni 3 JPO juga banyak kekurangan sana sini (baca disini), Namun walau begitu, kami sekeluarga tetap menghargai, atau usahanya, yang kini juga mulai mengikuti program-program pendahulunya yang memang terbukti berhasil dan bermanfaat untuk warga jakarta.
Ketika dulu, petugas-petugas tata air sering terlihat mengeruk got dan gorong-gorong, lalu memasukkan kotoran atau pasir/tanah kedalam karung-karung untuk kemudian diangkut truk sampah jelang musim hujan, kali entah mengapa pemandangan petugas dan karung-karung tadi jarang terlihat lagi.
Sampai akhirnya saya mencuit secara SATIRE mengenai hal ini, ketika sedang sedikit "break" angkut-angkut barang ke lantai 2 agar tidak terendam banjir. Kalimat yang saya pilih adalah kata/kalimat yang sedang tren akhir-akhir ini, yakni KAFIR dan sebutan para fans Anies Baswedan yang sangat mereka banggakan sebagai Gubernur pilihan Ummat.
====
Cuitan yang saya posting sekitar pukul 3 pagi-an pagi saat kami sedang "semangat" menyelamatkan barang agar tidak terendam banjir ini (saat itu air mulai masuk dari sela-sela keramik, dan arah depan rumah), sampai H+2 cuitan tadi sudah di retweet hingga 3800 kali, dan di like lebih dari 4000 kali. Sedangkan di beberapa sosial media lain yang membuat status/ cuitan baru berdasar cuitan saya tadi seperti Mak Lambe Truah, Kata Kita, Indonesia Community, Indonesia Jaman Dulu, Â Seword, dll tercatat total lebih dari 20.000 kali diretweet dan dikomentari.
Akhirnya, saya merasakan bagaimana Kawan-kawan Selebriti saya tadi dalam menanggapi banyak hal terkait komentar-kementar dari orang yang tidak kita kenal, namun merasa seperti sudah mengenal kita dan paham benar akan situasi yang kita hadapi.
Ratusan komentar yang memberikan motivasi, mengajak bersabar, tapi ratusan juga jumlahnya yang menghujat hanya karena protes saya mengarah kepada Gubernur Anies Baswedan. Tanpa ba-bi-bu apa latar belakang kenapa kami kesal, NETIZEN sebagai hakim terbaik sepanjang masa ini membombardir dengan berbagai komentar menyudutkan, bahkan permasalahan yang berbau "agama" juga sering terlontar.
Saya, yang biasa menanggapi komentar tidak lebih dari 10-20 orang, kali ini MENYERAH...tidak sanggup rasanya harus menjawab 1 per 1, atau bahkan membaca seluruh komentar yang masuk (maafkan yah yang sudah mampir dan komen). Tidak terbayang bagaimana para slebriti, politikus, pemuka masyarakat, yang sangat aktif di sosial media bisa mampu melakaukan hal-hal seperti membaca atau menjawab ribuan bahkan jutaan komentar yang masuk. Memamng ADMIN sosmed bisa jadi solusi. Tapi, rasanya kurang "sreg" aja untuk saya pribadi jika ADMIN sosmed pun ditambahkan tugas untuk menjawab komentar, kecuali melakukan posting dan menjawab secara formalitas saja. Untuk jawaban bagus dan mendalam, rasanya tetap harus dilakun oleh kita sendiri.
Akun tadi sejak jam 7:00 pagi sudah menjawab cuitan saya dengan memention akun Dinas Sumber Daya Air, sekaligus memberikan nomor pengaduan saya, untuk bisa melacak progress penanggulangan masalah yang kami hadapi.
Seketika saya cek saat itu juga belum ada progress apapun, padahal banjir terjadi pukul 2 dini hari, dan saat itu sudah pukul 7 pagi. akhirnya, saya yang dulu rajin menggunakan aplikasi QLUE jika menemukan sampah, kemacetan, dll disekitar sya, penaggulangannya biasanya maksimal sekitar 1-2 jam saja.
Saya pun "masa bodoh" dengan aplikasi dan nomor pengaduan yang tadi diberikan. Karena sekitar pukul 8 air mulai surut dan kering total sekitar pukul 9:00 atau 9:30an, yang dilanjutkan dengan membersihkan sisa-sisa banjir sampai pukul 3 sore.
Bagaimana tidak, pelaporan kami soal banjir, baru ditanggapi pukul 10:10, lalu dikorrdinasikan ke SUDIN SUMBER DAYA AIR JAKARTA BARAT pukul 11:02, dan diproses di lapangan pukul 13:49 wib, dengan melampirkan foto 6 petugas (3 didalam got, entah mengangkat apa, 3 lainnya di bibir got memegang plastik putih bersih yang mungkin isinya barang yang tadi dipegang rekannya yang di dalam got). Selain karena mentertawakan mengenai JAM PROSES PENGERJAAN yang di jam tadi kami justru sedang asik ngepel lantai tahap akhir karena kondisi rumah sudah kering dan bersih, selanjutnya kami lebih terbahak melihat "adegan" petugas dalam lampiran foto tadi.Â
Bagaimana tidak, pelaksana kebersihan ini adalah petugas di Jakarta Barat, dimana saat itu sejak dini hari banyak sekali lokasi yang terendam banjir, kok bisa baju-baju mereka di jam ini kering dan bersih, lalu kok bisa jalanan tempat mereka berfoto juga kering kerontang tanpa bekas terjadi banjir, bahkan sepatu yang merapa pakai juga tidak seperti sehabis "bekerja" di lokasi-lokasi terdampak banjir. Entah mereka ada dimana saat itu karena dekat lokasi kami tidak terdapat pagar yang demikian, yang menurut keterangan foto itu adalah lokasi penyumbatan saluran air, dan bukankah kalau memang itu lokasi penyumbatan seharusnya merupakan lokasi "terparah" banjirnya?
Jadi malah timbul pertanyaan, apakah mereka jam 11:00an tadi baru keluar bertugas karena sudah ada pergantian shift kerja, atau apakah mereka ini baru saja mandi dan ganti kostum biar segar kembali untuk bekerja melayani masyarakat lagi, atau...ah entahlah, yang pasti walau terbahak kami hargai usahanya tentu.
Kesimpulannya...gara-gara banjir ini, cuitan saya menjadi viral, dan gara-gara banjir kali ini, saya jadi tahu kinerja portal pelaporan Pemda DKI saat ini seperti apa, plus yang paling utama...saya jadi paham bagaimana para selebrita ini dalam menghadapi netizen atas cuitan-cuitannya atau posting media sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H