Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Blitar, Kota yang Kaya akan Sejarah, dari Era Majapahit hingga Kemerdekaan

6 Agustus 2021   10:05 Diperbarui: 6 Agustus 2021   12:44 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blitar (news.detik.com)


Apa yang pertama kali Anda bayangkan jika mendengar atau membaca "Blitar"?

Barangkali Anda teringat bahwa salah satu pemimpin legendaris dunia, Soekarno, yang adalah tokoh proklamator dan presiden pertama RI bersemayam di kota yang berlokasi di propinsi Jawa Timur ini.

Kompleks pemakaman Soekarno di Blitar dibangun di akhir tahun 1970an. Setiap tahun ribuan peziarah baik rohani maupun politik mengunjungi makam Soekarno yang didesain dengan arsitektur khas Jawa.

Kisahnya berawal ketika Bung Karno dikenai tahanan rumah, sebelum meninggal Bung Karno mewasiatkan agar jika beliau meninggal agar dimakamkan di dekat Istana Bogor.

Akan tetapi setelah wafat, Presiden Soeharto memerintahkan agar Soekarno dimakamkan di Blitar disamping makam ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai.

Bagi pemerhati sejarah, Blitar dikenal sebagai lokasi dimana PETA (Pembela Tanah Air) dibawah pimpinan Soeprijadi mengadakan perlawanan untuk pertama kalinya kepada Dai Nippon, yaitu pada tanggal 14 Pebruari 1945 atau 6 bulan sebelum hari proklamasi.

Itulah sebabnya kota yang berlokasi 168 kilometer barat daya Surabaya itu disebut dengan Kota Peta. Ada juga yang menyebutnya sebagai Kota Patria, atau Kota Proklamator.

Dan satu lagi, kota yang terletak 80 kilometer sebelah barat Malang itu disebut juga sebagai Kota Koi. Mengapa demikian?

Itu lantaran ikan Koi yang sangat populer di Jepang dapat dibudidayakan dengan sangat baik di sana.

Bukan hanya sampai disitu saja Blitar memiliki kekayaan sejarah kebanggaan masa lampau.

Pasalnya, dulunya Blitar ini menjadi salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi oleh Prabu Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang paling tersohor.

Bagi para arkeolog, Blitar menjadi sorotan karena di sini banyak ditemukan warisan candi-candi yang berasal dari Kerajaan Majapahit.

Seperti diketahui, Majapahit diklaim sebagai kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara sepanjang sejarah.

Kekuasaan Kerajaan Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk bahkan nyaris seluruh wilayah yang disebut dengan Indonesia sekarang ini, Asia Selatan, bahkan sampai ke Madagaskar di pesisir timur benua Afrika!

Tak pelak Majapahit dengan Prabu nya Hayam Wuruk dan Perdana Menteri nya Gajah Mada termasyhur dalam sejarah dunia.

Banyaknya warisan candi peninggalan Majapahit, maka itu menunjukkan jika Blitar menjadi wilayah yang sangat penting dalam kehidupan politik maupun secara religius.

Candi-candi yang didirikan pada awal hingga akhir Kerajaan Majapahit (berasal dari abad ke 12 sampai 15 Masehi) memiliki ukuran kecil, sedang, sampai yang terbesar.

Di antara candi-candi yang paling sering dikunjungi Prabu Hayam Wuruk, dua di antaranya adalah Candi Penataran dan Candi Sumberjati.

Candi Sumberjati seperti yang disebutkan di atas candi kesukaan Raden Wijaya, raja pertama Majapahit sekaligus leluhur dari Hayam Wuruk.

Oleh karenanya sebagai wujud bakti, sudah menjadi kewajiban Hayam Wuruk untuk selalu ingat dan memelihara tempat pendarmaan leluhurnya.

Momen-momen bersejarah itu, dimana sang raja besar sering mengunjungi Blitar ada tertulis dalam Kitab Nagarakartagama.

Dalam buku "Majapahit, Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota" 2014, Penerbit Kepel Press disebutkan tidaklah mengherankan jadinya di Blitar banyak ditemukan warisan arkeologi yang berasal dari era Majapahit, karena apalagi hampir seluruh Nusantara dapat dipersatukan, maka Blitar pun menjadi salah satu wilayah kekuasaannya. Bahkan krusial.

Darimana kah asal mula munculnya kata "Blitar" itu?

Konon, sebelum daerah yang kini namanya Blitar itu pernah didatangi dan dikuasai oleh Bangsa Tartar dari Mongolia, Asia Timur.

Melihat hal tersebut, Majapahit merasa perlu untuk mengambil alih kekuasaan itu. Lantas kerajaan besar dan kaya raya itu pun mengutus Nilasuwarna guna memukul mundur Bangsa Tartar.

Karena keberhasilan sang utusan itu, maka Nilasuwarna dianugerahi gelar Adipati Aryo Blitar I dan Nilasuwarna pun diberikan kekuasaan untuk memimpin wilayah yang direbutnya itu.

Adipati Aryo Blitar I lantas menamai daerah yang dipimpinnya itu dengan Balitar yang berarti kembali pulangnya Bangsa Tartar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun