Dinamakan pesantren Quro karena memang pesantren ini didirikan oleh Syekh Quro. Bahkan Syekh Hasanuddin menikah dengan salah seorang santriwati di pesantren itu, seorang gadis Karawang.
Lokasinya yang berdekatan dengan Dayeuh, setidaknya ada interaksi antara Pakuan Pajajaran dengan Karawang. Prabu Siliwangi lantas menikah dengan salah satu dari santriwati di pesantren Quro, yaitu Nyai Subang Larang.
Nah, nama itulah (Subang Larang) juga kerap disebut-sebut di film "Raden Kian Santang". Dari hasil pernikahan itulah, maka lahirlah Kian Santang. Kian Santang mengikuti agama yang dianut oleh ibunya, yaitu Islam.
Dari situ, jelas mengapa Raden Kian Santang kerap menyebutkan nama "Allah".
Menginjak usia dewasa, Raden Kian Santang juga melakukan syiar Islam, dia menjadi penyebar Islam dan banyak warga Betawi yang menjadi pengikutnya.
"Terdengar suara adzan dari langgar di sebelah timur,". Langgar itu adalah mesjid. Mengapa mesjid ini disebut juga dengan "langgar"?.
Seperti diketahui pada masa-masa itu penduduk di Jakarta masih dominan beragama Hindu atau Budha, atau non-muslim. Adat istiadat non-muslim masih dijunjung tinggi.
Oleh karenanya, mereka yang masuk Islam disebut dengan kaum pelanggar. Lalu para kaum pelanggar itu berkumpul di langgar (musholla). Hingga kini orang-orang Betawi menyebut musholla itu dengan langgar.
Adolf Heuken, seorang penulis sejarah Jakarta mengatakan sebagian besar mesjid tua yang masih ada di Jakarta sekarang ini dulunya adalah langgar.
Salah satunya adalah Mesjid Al-Anshor yang berlokasi di Tambora, Jakarta Barat.
Kendati Prabu Siliwangi menikah dengan Subang Larang dan diajak oleh Kian Santang untuk masuk Islam akan tetapi Prabu Siliwangi menolaknya.