Tak pelak Majapahit adalah salah satu kerajaan yang legendaris dalam perjalanan sejarah di Nusantara kita.
Bahkan kerajaan yang beribukota di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur ini adalah kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara sepanjang sejarah.
Perdana Menteri Gajah Mada sangat terkenal dengan sumpah Palapa nya. Dia tidak akan makan buah Palapa sebelum seluruh Nusantara dipersatukan olehnya.
Wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia sekarang ini. Bahkan juga sampai ke Asia Tenggara.
Berkaitan dengan itu, orang-orang Sunda boleh bermegah. Di saat Gajah Mada hampir menguasai seluruh Nusantara, namun ada dua kerajaan yang belum bisa ditaklukkan oleh Maha Patih. Keduanya berada di wilayah tatar Pasundan, yaitu Kerajaan Sunda dan Pajajaran.
Itulah juga salah satu sebab mengapa Bahasa Sunda masih eksis hingga kini, artinya berbeda dengan Bahasa Jawa kendati bermukim di satu pulau yang sama yaitu Pulau Jawa.
Lain kata, jika Sunda dapat ditundukkan juga oleh Majapahit. Barangkali kebudayaan akan banyak terpengaruh oleh Jawa.
Kedatangan orang-orang asing ke Nusantara pada awal tarikh Masehi setidaknya membawa perubahan kebudayaan dari semula nenek moyang kita menganut faham animisme dan dinamisme menjadi Hindu atau Buddha.
Di Jawa Barat pada ke 4 berdiri Kerajaan Tarumanegara, lantas di Sumatera berdiri Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7 yang bernafaskan Buddha.
Di Jawa Timur berdiri Kerajaan Majapahit pada abad ke 13. Majapahit benar-benar mengalami masa keemasannya pada era Prabu Hayam Wuruk dengan Maha Patih nya Gajah Mada pada kurun 1350-1389.
Namun itu juga sekaligus mencirikan Majapahit sebagai kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang pernah ada di Nusantara. Sebelum pada akhirnya Nusantara berganti menjadi era kerajaan Islam.
Raja terakhir Majapahit adalah Brawijaya V (1468-1478). Disebut Brawijaya V, karena sebelumnya ada juga Brawijaya I II III dan IV. Brawijaya mempunyai seorang putri yang cantik yang bernama Dyah Ayu Retna Kedaton.
Setelah Raden Patah yang beragama Islam menyerang Brawijaya dan menghancurkan Majapahit. Inilah cikal bakal berakhirnya kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.
Raden Patah menghancurkan Kerajaan Majapahit dan meneruskannya dengan mendirikan Kerajaan Islam Demak, sekaligus menjadi Sultan Demak pertama.
Tak pandang bulu, Raden Patah lantas memaksa semua rakyat Majapahit, tak terkecuali para petinggi kerajaan untuk memeluk agama Islam.
Dyah Ayu Retna Kedaton yang menolak untuk diislamkan, lantas melarikan diri ke Pengging, di Boyolali, Jawa Tengah untuk menemui dan meminta perlindungan kepada kakak iparnya yang Adipati Pengging yang bernama Sri Makurung Prabu Hadiningrat.
Dyah Ratu tak lepas rasa terkejutnya, lantaran sesampai di sana, ternyata kakak iparnya bersama isteri, anak, dan semua abdi dalem melakukan moksa.
Moksa (berasal dari Bahasa Sansekerta) adalah istilah dalam agama Hindu atau Buddha yang artinya adalah berdiam diri melepaskan segala ikatan dengan keduniawian. Yang mana, ikatan dengan segala sesuatu yang duniawi itu hanyalah mendatangkan kecemasan dan penderitaan.
Dengan melakukan tapa (moksa) maka lepaslah semua ikatan keduniawian dan bebas tanpa adanya penderitaan.
Dyah Ayu berkeputusan lebih baik bunuh diri ketimbang dirinya diislamkan. Atau pun dijadikan isteri raja.
Melihat keputusan kakak ipar dan seluruh orang-orang dekatnya moksa, Dyah Ayu pun lantas mengikuti apa yang dilakukan kakak ipar cs.
Kendati usianya pada saat itu barulah remaja (sekitar 15-18 tahun). Dyah Ayu melakukan moksa itu di suatu tempat yang pada perjalanannya kemudian menjadi tempat yang "alternatif" atau "sakral".
Orang-orang yang mengasihi Dyah Ayu lantas menandai lokasi moksa nya dengan meletakkan sebuah batu hitam, seperti sebuah makam.
Percaya tidak percaya, di lokasi yang ada batu hitam nya itu kemudian muncul mata air yang mengalir tak ada habis-habisnya hingga kini.
Konon mata air itu dapat menyembuhkan penyakit dan membuat awet muda.
Masyarakat setempat lantas menamakan area moksa Dyah Ayu dengan Umbul Kendat. Lalu Umbul Kendat itu dibagi dua lagi, yaitu Umbul Dandang dan Umbul Keroncong.
Umbul Dandang kerap juga disebut dengan Panguripan, karena bisa menyembuhkan penyakit dan bikin awet muda. Urip, Bahasa Jawa yang artinya hidup.
Dinamakan Umbul Keroncong karena mata air ini menimbulkan bunyi seperti musik keroncong.
Hingga kini, Umbul Kendat sering digunakan umat Hindu untuk menghelat upacara Dewa Yadna dan melakukan Tirtayatra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H