Pdt Gomar Gultom mencontohkan apa yang terjadi di Uni Emirat Arab (UEA). Di saat negara kita meributkan untuk membuat UU, di UEA secara berbarengan justru malah melegalkannya. Padahal, negara kaya minyak itu juga sama-sama negara Islam.
Seorang hakim yang membacakan keputusan melegalkan Minol di UEA itu beralasan, dengan semakin majunya perkembangan peradaban, maka ada perubahan yang dilakukan, termasuk Minol itu.
Mereka juga mengatakan banyak emigran yang kini mendiami UEA. Mereka juga tak mau kecolongan dengan berkurangnya wisatawan mancanegara yang bakal berkunjung atau pun para investor yang akan menanamkan modalnya.
Minol bukan seperti yang kita dengar sekarang ini seperti bir dan sudah menjadi kebiasaan orang-orang Barat meminumnya. Di Indonesia juga tidak sedikit minuman-minuman tradisional. Arak Bali, Tuak, Lapen, Cap Tikus, Ciu, Ballo, dan Swansrai.
Apakah ada larangan di agama Islam umatnya untuk mengonsumsi alkohol ini?
Saya melihatnya dari seorang pesepakbola, Frank Ribery. Ketika timnya, Bayern Munchen, merayakan juara dengan minum-minum bir, dia sendiri menolak ajakan teman-temannya.
Lantaran Frank Ribery kini sudah memeluk agama Islam setelah dia menikah dengan isterinya.
Di Jerman bahkan ada festival yang dikunjungi oleh lebih dari 6 juta orang setiap tahunnya (kecuali tahun ini karena pandemi Covid-19). Namanya Oktoberfest yang digelar setiap bulan Oktober. Dengan mengenakan pakaian tradisional Jerman, acara utama Oktoberfest adalah minum bir.
Mengenai Minol ini, suatu hal yang tidak diketahui publik, konon Pangeran Diponegoro yang beragama Muslim gemar minum anggur putih.
Hal itu disebut-sebut di buku "Riwayat Pangeran Diponegoro" karya Peter Carey. Peter Carey adalah seorang sejarawan asal Inggris yang meneliti Diponegoro selama 30 tahun.
Diponegoro gemar minum anggur dengan orang-orang Eropa kendati tidak berlebihan.