Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Apa Alasannya Orang Gila dan Gelandangan Kebal Covid-19?

30 September 2020   09:35 Diperbarui: 30 September 2020   09:55 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokter Tirta (suara.com)


Menarik membaca sebuah artikel di media online yang isinya mengungkapkan alasan mengapa orang gila dan gelandangan kebal terhadap virus Covid-19?

Pada prinsipnya semua orang baik dari jenis kelamin pria maupun wanita, baik tua maupun muda berpotensi tertular virus mematikan ini.

Namun dari sekian jumlah mereka yang tertular penyakit ini, sampai saat ini belum ada laporan dari orang gila, orang pasar, dan gelandangan yang terkena.

Saya jadi penasaran, dan sesudah mencari-cari di internet, ada laporan dari Palembang, Sumatera Selatan yang mengatakan seluruh lapisan masyarakat berpotensi tertular Covid-19. 

Namun data hingga Juli 2020 itu, belum terdata berapa orang dari mereka orang sakit jiwa, gelandangan, pengamen dan tunawisma yang terkena Covid-19.

Menurut Tim Gugus Tugas Sumatera Selatan itu, sampai saat ini belum terdata dari golongan kaum proletar yang terkena virus itu. 

Mereka pun sebenarnya sama seperti orang-orang lainnya, bahkan lebih berisiko karena mereka tidak mengikuti aturan protokol kesehatan 3M. Mencuci tangan, Mengenakan masker, Menjaga jarak.

Mengapa mereka (Tim Gugus Tugas) belum mempunyai data dari "kaum terbuang"? 

Juru bicara Satgas Covid-19 Dinas Kesehatan Kota Palembang Yudhi Setiawan menyimpulkan tidak adanya data dari kelompok mereka yang tertular Covid-19 karena mereka belum melakukan test swab.

"Mereka jarang berinteraksi di luar kelompok mereka, ini mungkin sebabnya mereka belum terkena," tuturnya.

Lalu apa alasannya sampai saat ini belum ada laporan "kaum proletar" itu terjangkit Covid-19?

Senada dengan apa yang dikatakan Dr. Tirta Mandira Hudhi, dokter sekaligus relawan, saya pun beralasan karena kaum proletar itu telah terbiasa hidup di jalanan, biasa hidup di alam, yang membuat daya imunitas mereka kebal terhadap Covid-19.

"Mereka biasa hidup ekstrem, terbiasa hidup keras di jalanan. Itu alasan mengapa mereka tidak terkena," kata dr Tirta di Instagram Story nya, Selasa (29/9/2020).

Mereka terbiasa hidup keras, mereka harus bersyukur, karena di tengah kepanikan masyarakat sekarang ini mereka justru aman.

Mereka sudah biasa sebagai orang kecil, hidup keras, untuk makan pun susah.

Dr Tirta membandingkan gaya hidup orang-orang kecil itu dengan gaya hidup orang-orang kantoran.

Menurutnya, orang-orang Jakarta biasa masuk kantor jam 7 pagi. Duduk di ruang ber AC, ruangan tertutup, tidak ada sinar matahari. Menghadap layar monitor laptop terus. Makanan mereka pun yang enak-enak seperti fast food yang tinggal pesan lewat smartphone mereka.

Lalu pulang kerja jam 8 malam, main HP, kena AC. Tidur kurang.

Itulah alasan menurut dr Tirta mengapa klaster perkantoran di ibukota Jakarta ini dinilainya "paling gila".

Jakarta paling fatal karena orang-orang nya kerja di kantor, imunitasnya lemah.

Terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, daya imunitas sangat diperlukan untuk melawan virus yang berasal dari Wuhan tersebut.

Sudah banyak dikatakan dan berdasarkan penelitian, orang yang daya imunitas nya lemah maka tubuhnya akan sangat rentan diserang si jahat.

Boleh jadi alasan yang dikemukakan Satgas Covid-19 Sumatera Selatan di atas mengapa belum ada data-data orang-orang kecil di wilayahnya yang tertular Covid-19 karena mungkin sulit menghubungi mereka.

Karena mereka sakit jiwa atau gila, Satgas tidak mau kotor turun ke jalan, atau pun belum sempat karena lebih mengutamakan mendata kaum menengah ke atas.

Apa pun alasannya, saya setuju dengan pendapat yang dikemukakan dr Tirta, mereka terbiasa hidup keras, ekstrem. Bandingkan dengan orang kantoran.

Seharian mereka dimanjakan dengan banyak kenikmatan. Duduk di depan komputer, AC, adem tak ada sinar matahari, makanan yang mudah dipesan (fast food).

Pulang kerja "ngopi" sehingga mereka akan kesulitan untuk tidur. Akibatnya mereka kurang tidur. Daya imunitas mereka menjadi lemah.

Dokter Tirta dikenal selain sebagai seorang influencer, namun pria berusia 28 tahun ini juga dikenal sebagai seorang pengusaha. Dokter Tirta menarik perhatian publik karena kerap memberikan edukasi dan informasi mengenai bahaya dan bagaimana pencegahan Covid-19 kepada masyarakat.

Dalam unggahannya di Instagram, baru-baru ini dia menyebutkan kalau dia sudah 1,5 tahun lamanya sudah tidak bertugas sebagai dokter.

Menarik apa alasan yang dikemukakan dokter Tirta. Dan lebih intens lagi menurut saya jika digelar penelitian yang khusus mengapa "orang-orang kecil" itu kebal terhadap Covid-19?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun