Tak pelak "kamp penganiayaan" tersebut menyebabkan ribuan nyawa terenggut. Dan cuma mereka yang masih kuat saja yang mampu bertahan, salah satunya adalah Tan Po Goan.
Wikipedia mengatakan Tan Po Goan bersekolah di Algemeene Middelbare School di Bandung, Jawa Barat, dan pada tahun 1937 dia meraih gelar Meester in de Rechten dari Rechtshoogeschool te Batavia.
Setelah itu, pada 1939 dia bergabung dengan koran Sin Po.
Sin Po adalah koran Cina berbahasa Melayu yang berdiri pada 1910 di jaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pertama kali terbit di Jakarta pada Oktober 1910 koran ini masih mingguan. Dua tahun kemudian, barulah terbit harian.
Sebagian generasi terdahulu barangkali masih ingat atau mendengar koran ini yang melintasi beberapa jaman. Dari 1910 (Hindia Belanda), era kemerdekaan (1945), hingga yang terakhir pada 1965.
Selepas bebas dari Jepang, Tan Po Goan menolak tawaran dari seorang pejabat Belanda yang memberikannya jabatan sebagai advokat, Goan menolaknya dengan satu alasan.
Alasan yang dimaksud adalah karena Goan tidak mau memenuhi salah satu syarat, yaitu harus sumpah setia kepada Ratu Wilhelmina di Belanda.
Dua tahun setelah merdeka, pada tahun 1947, Mr Goan diangkat menjadi salah satu Menteri Negara Urusan Peranakan dalam Kabinet Sjahrir ke III, kurun 2 Oktober 1946-3 Juli 1947.
Pengangkatannya sebagai Menteri Urusan Peranakan tersebut tak lepas kaitannya dengan insiden rasialis terhadap orang-orang keturunan Cina di daerah Benteng, Tangerang (yang kini menjadi bagian dari Propinsi Banten).
Pada tahun itu juga, Mr Goan menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Sedangkan kurun 1950-1956 beliau menjadi anggota DPR.