Sejumlah catatan dapat ditambahkan, usai ganda putra nomor satu dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon hanya menjadi runner-up di turnamen paling bergengsi All England 2020.
Kevin/Marcus kalah dari Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe asal Jepang dengan tiga gim, 18-21, 21-12, dan 19-21. Di Birmingham Arena, Minggu (15/3/2020).
Catatan pertama, The Minions gagal membuat hattrick. Kevin/Marcus juara turnamen berlevel Super BWF 1000 itu dua kali beruntun, 2017 dan 2018.
Indonesia pun harus melepas nomor ini, setelah pada tahun lalu, Hendra Setiawan/Muhammad Ahsan juara di turnamen klasik ini.
Kevin/Marcus juga belum bisa melampaui pencapaian Hendra/Ahsan yang dua kali juara.
Kemenangan Endo/Watanabe memberikan sejarah baru bagi negaranya, karena inilah pertama kalinya Jepang bisa menjuarai nomor ganda putra All England.
Indonesia hanya membawa pulang satu gelar dari ganda campuran, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.
Negeri Matahari Terbit tahun ini membawa pulang dua gelar, satu lagi diperoleh dari nomor ganda putri.
Negara lainnya yang kebagian, adalah Denmark, lewat tunggal putra Viktor Axelsen yang mengalahkan Chou Tien Chen dari Taiwan dengan skor 21-13 dan 21-14.
Negara raksasa bulutangkis lainnya, Cina, pada tahun ini pulang dengan tangan hampa. Tidak satupun wakil mereka yang meraih gelar di turnamen bulutangkis tertua ini.
Wakil mereka di tunggal putri, Chen Yu Fei, dikalahkan wakil Taiwan, Tai Tzu Ying, di final, Minggu (15/3/2020) dengan skor 19-21 dan 15-21.
Ganda Endo/Watanabe memang satu-satunya ganda yang paling sering menyulitkan The Minions.
Termasuk yang terbaru tadi, dari delapan pertemuan, Kevin/Marcus hanya menang dua kali. Uniknya, kedua kemenangan Kevin/Marcus itu diraih pada dua pertemuan awal mereka, yaitu pada French Open 2018 dan Hongkong Open 2018.Â
Di turnamen selanjutnya setelah itu, Endo/Watanabe selalu menang.
Di perdelapanfinal, Endo/Watanabe juga menyingkirkan Hendra/Ahsan, sang juara bertahan All England.
Pada tahun 2018, tercatat Yuta Watanabe menjadi juara turnamen klasik ini di nomor ganda campuran, berpasangan dengan Arisa Higashino.
Bagi Praveen Jordan, berpasangan Melati Daeva Oktavianti, inilah gelar pertama mereka di turnamen berlevel Super 1000.
Seperti diketahui, Praveen/Melati mempersembahkan gelar satu-satunya dari All England tahun ini. Setelah di final, Praveen/Melati menang tiga gim atas unggulan ketiga asal Thailand, Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai dengan 21-15, 17-21, dan 21-8.
Praveen/Melati dinilai semakin matang dalam permainannya. Setelah kehilangan gim kedua, ganda peringkat kelima dunia itu "ngamuk"di gim penentuan, Puavaranukroh/Sapsiree pun cuma diberi poin 8.
Praveen sendiri mengakui dukungan penonton di arena, membuat mereka bangkit di gim ketiga.
Dengan kemenangan itu, head to head bermain mereka berubah menjadi 4-2 untuk keunggulan Praveen/Melati.
Pada 2016, Praveen juga juara di sana, namun kala itu masih berpasangan dengan Debby Susanto. Praveen/Debby saat itu menang di final atas ganda Denmark, Joachim Fischer/ Nielsen/Christina Pedersen dengan skor 21-12 dan 21-17.
Alhasil, Praveen menyamai pencapaian dua kali gelar juara yang diraih Tantowi Ahmad/Lilyana pada 2014 dan 2013. Praveen menjadi orang pertama yang juara dengan pasangan yang berbeda.
"Tidak mudah juara dengan pasangan berbeda," kata Praveen mengungkapkan optimismenya sebelum berangkat ke All England.
Praveen/Melati dengan demikian menjadi ganda campuran kelima kali yang berhasil menjadi juara All England ini, setelah Praveen/Debby, Tantowi/Lilyana, dan Christian Hadinata/Imelda Wigoena, pada 1979.
Sebelum level BWF 1000 ini, Praveen/Melati juga tampil mengejutkan dengan menjuarai dua turnamen BWF 750 beruntun tahun kemarin, yaitu Denmark dan Perancis Terbuka.
Dua ganda campuran terbaik dunia saat itu, Wang Yilyu/Huang Dongping, dan Zheng Siwei/Huang Yaqiong dapat disingkirkannya.
"Jika di sana dapat menang, kenapa di All England tidak?" sebelum ke Birmingham.
Dan kenyataan, Praveen/Melati menang lagi di perempatfinal All England atas Wang/Huang.
Kematangan Praveen/Melati semakin menambah optimisme, ketika Praveen/Melati akan turun di Olimpiade Tokyo yang tinggal satu setengah bulan lagi.
Sempat diragukan, akan prestasi nomor ganda campuran menjelang Olimpiade Tokyo. Kematangan Praveen/Melati setidaknya menghapus keraguan seperti yang dikatakan oleh Lilyana Natsir, peraih medali emas Olimpiade 2016 Rio de Janeiro berpasangan dengan Tantowi Ahmad.
Bagi Melati, juara All England, merupakan impiannya sejak kecil. Menurut Melati, setiap pemain kalau ditanya apa keinginan utamanya, pasti menyebutkan juara Olimpiade, Kejuaraan Dunia, atau All England.
"Tentunya bangga sekali, karena ini impian saya sejak kecil, siapa sih yang tidak mau juara All England?" tutur Melati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H