Dengan terpaksa, Tati lantas mundur dari pekerjaannya di apotek. Hal tersebut disebabkan karena lutut kakinya patah dan secara terpaksa harus menjalani perawatan di rumah.
Kemalangan itu berawal dari saat Tati mengendarai sepeda motor.
Ketika naik motor, Tati menabrak orang secara tak sengaja. "Saya jatuh, tapi dia (yang ditabrak) tidak," kisah Tati yang rambutnya kini sudah putih.
Pas bangun, Tati merasakan sakit di lutut kaki kirinya, patah. "Maklum sudah tua, jadinya saya di rumah saja," tutur Tati.
Beruntung sesama pemain bulutangkis, Rudy Hartono lantas memberikan Tati pekerjaan sebagai tenaga administrasi di bagian perpustakaan perusahaan Oli TOP 1.
Tati baru benar-benar pensiun dari pekerjaannya di sana pada tahun 2015.
Tati menceritakan ketika Indonesia mendapatkan Piala Uber untuk pertama kalinya, yang mana saat berbarengan, Indonesia juga memperoleh Piala Thomas, lambang supremasi bulutangkis beregu putra.
"Dikawinkan, yang lelaki dapat hadiahnya mantap. Waktu itu saya berharap dapat rumah, tapi cuma uang satu juta rupiah. Uang sebesar itu saat itu cukup besar, lalu saya belikan Vespa. Saya terima apa adanya," kenangnya.
Soal hadiah, Tati sempat menyitir perhatian pemerintah kepada atlet berprestasi, di bulutangkis. Menurut Tati, sekarang cuma yang baru-baru saja yang menerima apresiasi dari pemerintah. Tati mencontohkan, bonus sebesar Rp 200 juta yang diberikan kepada pemenang SEA Games Manila 2019 lalu.
"Dulu mah enggak. Makan aja seadanya. Bayem, sate, ayam goreng....," kisahnya.
Masih ada harapan Tati yang hingga kini belum terwujud juga, yaitu menjadi seorang pelatih. Apalagi kini kaki Tati sudah tidak kuat untuk menopang.