Sjarif sengaja menurunkan Ricky dan Okta untuk menunjukkan keberagaman. Kedua pemuda itu ibunya berdarah Jawa. Sedangkan agama Oktavianus Kristen, dan Ricky beragama Muslim.
Khusus di Guangxi itu Sjarif menuturkan perasaan bangga yang lebih, pasalnya timnya berhasil mengalahkan tim dari Malaysia dan Cina.
"Malaysia sudah 57 kali memenangi kejuaraan tingkat dunia," kisah Sjarif yang didampingi Okta dan Ricky di sarang singa di Jalan Pinangsia Raya No 49, Glodok, Jakarta Barat.
Patut diketahui, di Guangxi itu yang menjadi runner-up adalah Grup Teng Xien dari Cina. Dan ketiga dari Taiwan.
Keempat Juara Dunia lainnya dicapai pada 2017 di Jakarta, 2015 di Beijing, 2014 di Jakarta, dan 2009 di Guangzhou.
Penilaian, menurut Sjarif, berdasarkan tingkat kesulitan saat meloncat sambil menukik, loncat jauh, loncat tinggi, kerapihan, sopan santun, kebersihan, juga keselarasan antara buntut serta kepala dan antara musik dan tarian.
Keberagaman tidak memecah belah tapi justru saling menguatkan.
"Waktu di Guangxi, pak Sjarif sengaja memesan makanan yang non B2," kata Ricky.
Bukan saja mendapat undangan dari dalam, Kong Ha Hong juga mendapat pesanan dari luar negeri untuk memeriahkan acara-acara tertentu.
Sebelum mendirikan Kong Ha Hong, Sjarif sendiri merupakan generasi pertama pemain Tarian Singa.
Kong Ha Hong sebenarnya adalah nama sebuah yayasan sosial yang memayungi seni Barongsai. Sebagai Ketua Harian FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia), Sjarif mengetahui kelompok-kelompok Barongsai yang ada di Indonesia. Dari situlah, Sjarif mendirikan tim Kong Ha Hong Indonesia.