Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

PR Pemerintah, Defisit Migas Harus Diatasi

10 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 10 Juli 2019   06:12 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upaya mengatasi defisit belum optimal, terutama migas (bisnis.tempo.co)

Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019), mengindikasikan bahwa kita masih punya PR yang harus diselesaikan.

Negara kita masih mengalami selisih antar neraca ekspor yang lebih kecil ketimbang neraca impor. BPS (Biro Pusat Statistik) menunjukkan neraca perdagangan kita defisit 2,141 miliar dolar AS pada hitungan periode 5 bulan pertama tahun 2019. Sedangkan untuk 5 bulan pertama tahun 2018, kita juga defisit 2,869 miliar dolar AS. Untuk setahun itu prestasi kementerian-kementerian yang terkait hanya sebatas berhasil menurunkan angka saja.

Dalam dunia perdagangan, ekspor dan impor biasa dikategorikan dalam dua istilah, yaitu migas dan non-migas. Periode Januari sampai Mei 2019, neraca non-migas kita memang berprestasi surplus, yaitu 1,605 miliar dolar AS. 

Alhasil, secara keseluruhan, kita masih mempunyai PR (Pekerjaan Rumah) untuk membuat surplus neraca perdagangan. Karena untuk migas, kita masih defisit 3,747 miliar dolar AS.

Membaca berita koran, Presiden Joko Widodo menyentil dua menteri. Lantas diketahui menteri yang disentil itu adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Dalam sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (8/7/2019) yang juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Jokowi meminta kepada kedua menteri tersebut supaya waspada dengan tingginya nilai impor migas selama ini.

Tentu, maksud Presiden adalah kita harus terus berprestasi lagi, meningkatkan ekspor dan membatasi impor. Terutama yang menjadi penyebab defisit terakhir adalah karena impor migas yang masih tinggi.

Dalam kaitannya dengan kejadian perang dagang yang ramai diberitakan sekarang, yaitu perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, peristiwa ini seharusnya dapat dimanfaatkan Indonesia guna meningkatkan ekspor ke negeri Paman Sam itu. Kata Jokowi.

Sejalan dengan itu, semua level industri (kecil, sedang, besar) kapasitasnya harus ditingkatkan supaya dapat menembus pasar Paman Sam serta pasar negara-negara lainnya.

Presiden mengatakan, jika hanya rutinitas saja dan tidak ada insentif bagi semua industri, maka eksportir-eksportir kita akan kesulitan menembus pasar AS atau pasar baru. "Itulah sebabnya kita kalah dalam memanfaatkan peluang yang terbuka," kata Jokowi.

Dalam sidang ini, Presiden juga membeberkan menurunnya tingkat, baik ekspor dan impor. Periode 5 bulan pertama tahun ini ekspor turun 8,6 persen,  impor juga turun 9,2 persen. "Waspada, berarti kita defisit 2,14 miliar," ujar Presiden.

Presiden minta Rini dan Jonan supaya waspada, karena rate yang besar. Di sektor migas masalahnya.

Presiden lebih lanjut mengatakan kalau kita hanya rutinitas, tapi tidak mau melihat tantangan-tantangan yang ada, sampai kapan pun kita tidak bisa mengatasi tantangan itu.

Jokowi meminta agar kerjasama antar tim kementerian yang harus terlebih didahulukan.

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menyatakan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus, khusus di bulan Mei 2019,  yaitu 210 juta dolar AS. Kendati boleh dikatakan tidak besar, surplus ya surplus.

"Ketimbang April, impor turun 5,62 persen. Ketimbang Mei 2018 turun juga 17,7 persen," kata Suhariyanto.

Namun, ya itu. Periode Januari sampai Mei 2019 secara keseluruhan masih defisit.

Periode lima bulan tahun ini non-migas surplus 1,60 miliar dolar. Sedangkan migas defisit 3,74 miliar dolar.

Jadi, ya, secara kumulatif, defisit 2,14 miliar.

Suhariyanto mengemukakan idenya untuk memperbaiki, dengan cara menggenjot perdagangan keluar berbasis non komoditas, tetapi produk hilirisasi.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dalam laporannya yang diberikan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan, sebenarnya impor migas Pertamina mengalami penurunan.

Nicke menyatakan impor LPG, product, dan crude turun 24 persen lima bulan pertama tahun ini dibandingkan lima bulan pertama tahun 2018. Tahun ini 7,3 miliar, sedangkan tahun 2018 9,6 miliar.

Nicke juga menerangkan lebih jauh, produk lainnya seperti gasoil, avtur, avgas, dan gasoline turun juga berbanding tahun lalu.

Cuma LPG yang naik, 7 persen berbanding 2018.

Nicke menjelaskan alasannya mengapa demikian. Hal itu disebabkan karena ada digitalisasi 1.100 SPBU, terkelolanya distribusi yang lebih efektif, serta optimisasi produksi kilang.

Salut kepada Presiden yang menegur Rini Soemarno dan Ignasius Jonan. Karena migaslah penyebab defisit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun