Hari Minggu, toko kami lumayan ramai. Kebetulan workshop musik yang dibuat oleh Ayah banyak peminatnya. Seluruh karyawan, termasuk aku, ikut membantu mempersiapkan peralatan dan ruangan. Saking sibuknya, aku tidak menyadari bahwa salah satu peserta workshop adalah Boy.
Dia tersenyum. Hampir saja aku tidak mengenalinya. Penampilannya benar-benar berubah. Lebih terawat.
"Hai... Ci. Lama nggak ketemu."
"Eh... Boy. Duh... lama nggak ketemu, berubah ya penampilan lo. Jadi makin yahud. Hahaha." Candaanku membuat senyumnya makin melebar, memperlihatkan lesung pipit yang selama ini tersembunyi.
"Hehehe... bisa aja lo, Ci. Lo juga kok nggak berubah, ya. Masih manis kayak dulu." Kami pun tertawa berbarengan.
"Gimana kabar keluarga Lo, Boy?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Baik. Gue udah bicara dengan orangtua gue. Mama menangis mendengar tentang stresnya gue di rumah. Papa juga merasa bersalah. Mereka berjanji akan membereskan semuanya dan meminta gue agar jangan kabur dari rumah lagi. Makasih ya, udah ngajarin gue untuk jadi lebih dewasa."
"Sama-sama. No problem"
Tanpa dikomando, kami tertawa karena merasa pembicaraan kami formal sekali. Aku mengajaknya masuk ke ruang workshop karena sesi pertama akan dimulai. Boy saat ini pasti bahagia, dan aku ikut merasa bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H