Aku tercekat. Rudy! Pria yang membuatku pertama kali merasakan jatuh cinta, dari awal aku masuk SMA sampai ... entahlah ... mungkin sampai saat ini, dan Claudia tahu akan hal itu.
Meskipun rasa cintaku pada Rudy masih tersisa sampai hari ini, aku sadar diriku tak sepadan dengannya. Aku tak ingin hatiku sakit dilukai oleh sesuatu yang kusebut cinta.
Kadang ... aku tak bisa menahan air mataku.
Aku pamit pulang. Tampak jelas rona lega di wajah Claudia. Atau mungkin ini hanya perasaanku.
Sekonyong-konyong, aku melihat baju pink hadiah dariku untuk Claudia teronggok di keranjang sampah dekat pintu keluar. Aku tahu air mataku sekarang sudah jatuh.
Hatiku sakit. Amat sangat! Lebih dari kakiku yang masih harus menempuh perjalanan pulang dengan angkot.
Kadang ... waktu terus bergulir, dan aku tak peduli.
Sejak peristiwa di pesta itu, kuputuskan untuk menjauh dari Claudia. Aku memfokuskan diri pada kuliahku dan pekerjaan paruh waktu sebagai penulis artikel di salah satu majalah remaja.
Bagaimana dengan Claudia? Aku masih sering berpapasan dengannya, karena di semester ini kebetulan kami satu kelas. Awalnya aku berusaha basa-basi. Tapi, aku dapat menangkap ekspresi tidak nyaman di wajahnya.
Aku tetap menganggapnya sahabat terbaikku. Sejak kami masuk SMP sampai SMA, susah dan senang kami rasakan bersama. Tapi, jika sudah jadi keputusannya untuk membenciku, tidak masalah.
Kadang ... aku merasa dapat memiliki sesuatu yang lebih berharga daripada orang lain.