Kadang ... aku muak. Entahlah, mungkin karena ada sedikit rasa iri pada Claudia? Kini, aku dan Claudia bagaikan langit dan bumi. Setiap hari, Claudia mengendarai mobilnya yang nyaman untuk pergi dan pulang kampus, sedangkan aku selalu bergelantungan di bus dan bergelut dengan panas terik dan debu jalanan.
Claudia juga sekarang senantiasa tampil modis dengan baju-baju yang up-to-date, Â sementara aku hanya punya pakaian yang sebagian besar sudah kusam dan sepatu yang sudah somplak di sana-sini.
Claudia selalu mengajakku makan di mal karena dia merasa gengsi untuk makan di kantin kampus. Tapi, ajakannya selalu kutolak, karena aku harus sekuat tenaga menghemat uang, bahkan meski harus menahan lapar.
Saat menemani Claudia berbelanja ke butik-butik, akulah yang membawakan tas-tas belanjaan Claudia yang banyak itu. Aku bersedia membantunya membawa barang belanjaan karena aku tak enak hati setelah sebelumnya Claudia mentraktirku makan steak. Makanan yang seumur-umur baru kumakan untuk kedua kali.
Kadang ... sebenarnya aku enggan untuk bergabung dengan pesta yang diadakan Claudia. Pasti akan membosankan untuk orang sepertiku.
Namun, hari ini aku diundang ke pesta ulang tahun Claudia. Kuserahkan sebuah bingkisan untuknya, isinya blus pink dengan pita-pita kecil yang manis. Harganya memang tak semahal baju yang dimiliki Claudia.
Blus itu kubeli dengan harga 82 ribu. Aku mengambil hampir separuh lebih uang tabunganku, karena aku ingin memberikan sesuatu yang spesial untuknya.
Aku ingat, dulu Claudia ingin sekali punya baju dengan warna seperti ini. Semoga dia suka.
Sesaat ... pesta seakan menenggelamkanku. Aku seperti orang asing. Claudia asik dengan acaranya sendiri bersama teman-temannya.
Kadang ... ada saatnya aku harus mengalahkan perasaanku sendiri.
"Jenny, kenalin ini cowok gue!" Claudia menghampiriku.