Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Sebagian Besar Orang Ciamis Menggunakan Bahasa Jawa Sebagai Bahasa Sehari-hari?

1 Maret 2023   10:06 Diperbarui: 2 Maret 2023   10:39 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siang di Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (detik.com)

Tidak banyak yang nyaho jika di bulan yang baru saja kita lewati, yaitu Pebruari ada satu hari yang istimewa terkait soal kebahasaan.

Ya, tanggal 21 Pebruari setiap tahunnya ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional atau International Mother Language Day.

Bahasa Ibu (Mother Language) ini bukan semata identitas dengan bahasa daerah.

Namun ya, mayoritas memang bahasa ibu itu adalah bahasa daerah. Tak pelak di Indonesia ini bahasa ibu yang paling banyak digunakan adalah bahasa Jawa.

Karena penduduknya yang meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta itu berjumlah sekitar 100 juta orang. Dengan demikian otomatis mereka menggunakan bahasa Jawa.

Namun bahasa ibu bisa juga bahasa asing, misalnya bahasa Cina, Arab, India, Belanda, dan sebagainya.

Bahkan bisa juga Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi bahasa ibu seseorang umumnya pada milenial yang sudah jauh dari kampung halaman orangtuanya dulu.

Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan kita dan yang pertama-tama memberikan kasih sayangnya begitu kita dilahirkan ke dunia ini dari bayi hingga kanak-kanak.

Itulah cikal bakal pengertian dari mother language tersebut.

Jadi, ketika kita sudah dewasa dan merantau ke daerah lain, bahasa ibu mereka tetap bahasa yang biasa diucapkan di masa kanak-kanaknya.

Misalnya orang Jawa yang merantau bahkan sudah lama tinggal di Jawa Barat.

Mereka mungkin bisa berbahasa Sunda dan digunakan dalam komunikasi dengan orang Sunda, atau menggunakan Bahasa Indonesia.

Namun dalam lingkungan kecilnya mereka tetap menggunakan bahasa Jawa.

Salah satu contoh kongkritnya adalah di wilayah Ciamis. Secara geografis wilayah ini berlokasi di propinsi Jawa Barat.

Namun dilansir dari detikJabar, banyak penduduk di Tatar Galuh ini yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya.

Ada 5 kecamatan di Tatar Galuh ini yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan sehari-harinya.

Tentunya ini menarik perhatian.

Tim detikJabar menemui sebuah warung.

Si pemilik warung menceritakan jika dia menyapa pengunjung yang datang ke lapaknya dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

Akan tetapi si pengunjung menjawabnya dengan menggunakan bahasa Sunda.

Si pemilik warung jadinya beradaptasi, dengan menggunakan bahasa Sunda yang memang dimengerti.

Apalagi jika si pengunjung menjawabnya dengan menggunakan bahasa Jawa, maka si pemilik warung akan ikut-ikutan menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Karena si pemilik warung itu keturunan Jawa.

"Dari desa Pamarican ada 9 kecamatan yang mayoritas penduduknya mengunakan bahasa Jawa. Jadi secara keseluruhan di desa ini 90 persen penduduknya menggunakan bahasa Jawa," kata seorang warga Dusun Ciparakan, Desa Sukahurip, Kecamatan Pamarican.

Baehaki Effendi, seorang warga yang dimaksud, lebih lanjut menyebutkan sejak lahir dan belajar ngomong, anak-anak di desa itu menggunakan bahasa orangtuanya yaitu bahasa Jawa.

Tak mengherankan lantaran mayoritas penduduk di desa itu merupakan dulunya migran dari Kebumen, Jawa Tengah.

"Nenek moyang mereka memang berasal dari Kebumen. Jadi mereka cenderung mempertahankan bahasa ibunya di Ciamis ini dengan bahasa Jawa," kata Baehaki.

Adapun kebanyakan mata pencaharian di desa Sukahurip itu adalah penyadap dan petani kelapa untuk bahan pembuatan gula.

Baehaki yang bersyukur tinggal di tengah-tengah keberagaman itu lebih lanjut menjelaskan kesenian dan budaya Jawa seperti kentongan, ronggeng, lengger, wayang kulit, campursari, kuda lumping, atau ebeg kerap disajikan dalam sebuah hajatan.

"Di hajatan itu juga disuguhi makanan seperti jenang," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun