Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Asmara Pangeran Diponegoro, Kelemahannya Kepada Kaum Hawa Sempat Disesali karena Kalah Perang

18 Agustus 2022   10:05 Diperbarui: 18 Agustus 2022   10:18 2145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pangeran Diponegoro (aksarajabar.pikiran-rakyat.com)

Orang Indonesia yang berperang melawan penjajah di seputar Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 nampaknya menjadi prioritas utama mereka disebut sebagai pahlawan kemerdekaan Indonesia.

Karena pada saat itulah mereka secara langsung menerangi penjajah (Belanda atau Jepang) dan mempertahankan sesudahnya.

Namun satu abad sebelum 17 Agustus 1945 ada seorang sosok yang disebut sebagai pahlawan legendaris karena sangat sengit memerangi Belanda. 

Dia adalah Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro dikenal sebagai seorang pangeran yang memimpin peperangan melawan Belanda yaitu Perang Babad Jawa (1825-1830).

Perang Jawa ini tercatat sebagai perang paling dahsyat yang menelan banyak korban jiwa. 200.000 penduduk Jawa menjadi korbannya.

Kerugian akibat perang ini juga menyebabkan kerugian di pihak Belanda sebesar 25 juta gulden. Tentara Belanda yang tewas lebih 8.000 orang sedangkan dari tentara pribumi lebih dari 7.000 orang.

Pangeran kelahiran Yogyakarta, 11 Nopember 1785 itu memiliki kekuatan 100.000 pasukan dalam perang itu sedangkan Belanda yang dipimpin Jenderal Merkus de Kock berkekuatan setengahnya (50.000 pasukan).

Peter Carey, seorang sejarawan asal Inggris, menyebutkan ada sisi-sisi dari sosok sang pangeran yang menarik dan kurang begitu dikenal di masyarakat, yaitu soal banyaknya isteri dan gundik dari Diponegoro.

Peter Carey telah membuat banyak buku tentang Diponegoro. Pemilik nama lengkap Dr. Peter Ramsay Carey MBE itu sudah melakukan penelitian tentang Diponegoro selama 30 tahun.

Peter Carey, kelahiran Yangoon, Myanmar, 30 April 1948 (74), menjadi sejarawan yang paling tahu dari seorang Diponegoro mulai dari kepemimpinannya di Perang Babad Jawa, kebiasaannya sehari-hari, hobinya, makanan yang disukai, sampai kepada kesukaannya kepada kaum hawa.

Dalam dua bukunya tentang Diponegoro, pengajar di Oxford University, Inggris, itu mengungkapkan hal yang tak terduga yang disebutkannya "lebih aneh dari yang dibayangkan".

Menurut Carey, kendati pun wajah Diponegoro tidak setampan Arjuna, namun wajahnya tampan sebagai orang Jawa.

Tak heran karenanya, terlebih lagi Diponegoro adalah seorang pangeran, banyak wanita cantik yang tertarik dan juga dijadikan isteri dan selir Bandara Pangeran Harya Dipanegara.

Salah seorang anak dari Hamengkubuwono III itu semasa hidupnya memiliki 7 orang isteri dan gundik yang tak terhitung banyaknya.

Pernikahan keduanya dengan Raden Ayu Retnokusumo sempat disebut-sebut sebagai berbau politik karena RA Retnokusumo adalah salah seorang putri dari Raden Tumenggung Notowijoyo III, Bupati Panolan.

Wilayah Panolan adalah wilayah bawahan dari Kesultanan Yogyakarta. Tentunya dengan pernikahan itu Raden Tumenggung Notowijoyo III mendapatkan "fasilitas" karena menjadi besan dari Sultan Hamengkubuwono III.

Di antara para gundiknya ada yang sempat menimbulkan skandal. 

Gundik yang cukup cantik yang dimaksud mengundang berahi P.F.H Chavelier, Asisten Residen Belanda untuk Yogyakarta.

Chavelier hidup bersama (tanpa nikah) dengan gundik Diponegoro tersebut. Beberapa saat sebelum meletusnya Perang Babad Jawa.

Di masa perang berkecamuk (1825-1830) Diponegoro kehilangan istri yang paling dikasihinya yaitu RA Retnoninsih, putri dari Bupati Madiun.

Diponegoro memang lemah kepada wanita, namun Diponegoro juga bangga pada keahliannya menaklukkan hati wanita. Bahkan Diponegoro gemar menceritakan tentang wanita-wanita yang berhasil ditaklukkan nya.

Peter Carey menceritakan 3 bulan menjelang perang berakhir dan ketika Diponegoro diserang penyakit malaria, Diponegoro sempat bermain-main dengan Nyai Asmaratuna, wanita yang merawatnya.

Kegemarannya kepada wanita itu akhirnya berakibat fatal. Diponegoro mengalami kekalahan perang terbesar di Gawok, luar Solo pada 15 Oktober 1826.

Hal tersebut lantaran Diponegoro tidur dengan seorang wanita Cina yang bukan isteri juga bukan gundiknya sebelum pertempuran itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun