Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkat Gus Dur, Warga Tionghoa Dapat Menikmati Kembali Imlek yang Dilarang Orba

28 Januari 2022   10:05 Diperbarui: 28 Januari 2022   10:10 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barongsai (arahkita.com)


Nampaknya hanya di Indonesia segala sesuatu yang "berbau" Cina mendapatkan larangan atau dianaktirikan oleh pemerintah.

Melalui Inpres (Instruksi Presiden) Nomor 14 Tahun 1967 segala sesuatu yang berbau Cina dilarang pemerintahan Orde Baru.

Memang pada saat itu, Indonesia baru saja mencatat sejarah dengan beralihnya pemerintahan Orde Lama dibawah pimpinan Presiden Soekarno ke pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.

Termasuk Tahun Baru Imlek, "kebudayaan" Cina lainnya juga dianaktirikan penguasa Orde Baru pimpinan Soeharto, seperti atraksi Barongsai, Liong, atau perayaan-perayaan penting Cina lainnya.

Nama-nama Cina, dari nama orang, toko-toko, perkumpulan, dan sebagainya harus diganti ke nama atau Bahasa Indonesia.

Jadi jangan heran mengapa diluar Indonesia, orang-orang keturunan Cina masih memakai nama atau bahasa Cina.

Lain dengan di Indonesia.

Hal tersebut berawal dari ganasnya peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI) yang konon didukung oleh Partai Komunis Cina di Tiongkok.

Inpres itu dibuat dengan harapan pengaruh komunis dari Cina disterilkan agar Partai Komunis Cina tidak lagi menggunakan warganya di Indonesia sebagai alat propaganda komunis.

Pelarangan itu berdampak kepada warga Tionghoa yang bermukim di Indonesia karena mereka merasa dikungkung kebebasannya untuk bersukacita merayakan Imlek atau festival-festival lainnya yang sudah turun temurun mereka lakukan, dari nenek moyang di negeri leluhurnya sampai dibawa ke luar negeri (Indonesia).

Tentunya ada kecemburuan warga Tionghoa Indonesia kepada warga Cina lainnya di luar Indonesia yang tidak mengenal pelarangan kebudayaan mereka yang sudah turun temurun.

Namun setelah sekian lamanya engap, akhirnya warga Tionghoa di Indonesia dapat menikmati kembali kebanggaan mereka yang sudah turun temurun, perayaan Tahun Baru Imlek.

Presiden ke 4 RI KH Abdurrahman Wahid membuka kembali "ventilasi" yang membuat warga Tionghoa di Indonesia bernafas lega.

Melalui Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 6 Tahun 2000 yang diumumkan pada 18 Januari 2000 Presiden KH Abdurrahman Wahid membatalkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dikeluarkan oleh penguasa Orde Baru Presiden Soeharto.

Tahun Baru Imlek boleh dirayakan lagi!

Inilah yang membuat warga Tionghoa di Indonesia sampai saat ini masih mengenang presiden yang akrab disapa Gus Dur itu sebagai layaknya seorang pahlawan yang sangat dicintai dan dikagumi.

Jika tidak ada Gus Dur, kapan lagi warga Tionghoa di Indonesia dapat merayakan sukacita Imlek?

Bagi generasi milenial mungkin mereka tidak pernah merasakan getirnya tekanan dari penguasa Orde Baru yang melarang kebebasan bersukacita merayakan Imlek dan hari-hari lainnya.

Presiden RI selanjutnya setelah Gus Dur, yaitu Megawati Soekarnoputri menyempurnakan keputusan Gus Dur yang semakin menambah kegembiraan warga Tionghoa.

Hari Raya Tahun Baru Imlek resmi menjadi Hari Libur Nasional lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002.

Perlahan-lahan saya juga mulai dapat merasakan nikmat kebebasan ini. 

Jika sebelumnya masih "malu-malu" dan sembunyi-sembunyi merayakan sukacita Imlek ini, sejak Keputusan Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri itu perlahan-lahan sinar kebebasan mulai terbit.

Atraksi Barongsai atau Liong sudah tidak jarang lagi saya saksikan. Atau pertunjukan lainnya seperti gelaran Wayang Potehi yang sangat disukai sebagai wujud sukacita.

Ketika kecil, di kota kelahiran saya di Sukabumi, Jawa Barat, setiap sincia saya berkeliling kota bersama ayah dan ibu mengelilingi saudara-saudara.

Setelah kionghie, kenangan ini yang tidak pernah saya lupakan selamanya, dikasih angpao.

"Paman/Bibi kionghie ya. Gong Xie Fat Choi," kata saya kepada mereka.

Mereka pun mengambil angpao yang berisi sejumlah uang yang sudah dipersiapkan sebelumnya, diberikan kepada saya.

Namun angpao itu memang biasanya diberikan kepada anak-anak yang kionghie (mengucapkan selamat Tahun Baru) kepada paman, bibi, dan sebagainya.

Kini sesudah dewasa saya pun menerima angpao lainnya. Yaitu K-Rewards dari Kompasiana.

Semoga di bulan Pebruari ini saya dapat angpao K-Rewards yang besar. Hehehehe....

Selamat Tahun Baru Imlek 2573 Kongzili, 1 Pebruari 2022. 

Semoga di Tahun Macan Air ini Anda diberikan kebahagiaan, kemakmuran, enteng jodoh, dan mencapai apa yang diinginkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun