Malin Kundang Anak Durhako, kisah Si Malin Kundang yang durhaka karena tidak mengakui ibunya sendiri menjadi salah satu kisah yang paling legendaris di antara kisah-kisah lainnya.
Dalam kisah diceritakan jika Si Malin Kundang merantau ke luar wilayah Minangkabau dan menjadi saudagar yang kaya raya di perantauan.
Mengenang orang Minang atau wilayahnya, orang setidaknya pasti akan terkenang kepada sifat-sifat orang Minang yang gemar merantau.
Hampir di seluruh penjuru tanah air maka kita akan melihat warung-warung atau restoran Padang hadir dengan masakannya yang sangat digemari.
Orang Minang juga banyak terlihat menjadi pedagang atau pengusaha, seperti pada kisah Si Malin Kundang.
Dilansir dari sebuah sumber, sebuah artikel menulis tentang beberapa alasan mengapa orang Minang senang atau harus merantau.
Adapun alasan mengapa orang Minang merantau dapat disimpulkan antara lain karena adanya perasaan malu, penemuan jati diri, simbol kedewasaan, dan karena faktor-faktor lainnya.
Menarik alasan orang Minang merantau karena adanya perasaan malu karena masih hidup dengan orangtua atau sanak saudara.
Perasaan malu itulah yang mendorong mereka untuk meninggalkan kampung halaman.
"Betapa pun darah bangsawan mengalir di tubuhnya, atau betapa pun tinggi ilmu agama yang dimilki, orangtua dari kekasih si pemuda lebih suka menjemput pemuda yang baru pulang dari merantau" kata Muhammad Radjab dalam buku otobiografinya "Semasa Kecil di Kampung" (2019).
Orang-orang Minang merantau bukan hanya sekedar mencari rejeki atau mencari sesuap nasi. Akan tetapi ada tujuan lain yang ingin diraih yaitu pengalaman dan penemuan jati diri.
Orang Minang akan disebut penakut dan tidak bisa hidup mandiri jika tidak merantau. Mereka tidak akan dipandang dewasa jika tidak merantau ke luar Minang.
Orang Minang bukan saja banyak ditemui di seluruh penjuru tanah air tapi juga ke seluruh dunia di perantauan.
Meskipun pada awalnya mereka mengalami kesulitan, namun mereka terkenal ulet dan memulai usahanya dari nol.
Berkat kegigihannya mereka mencapai sukses hingga membangun rumah tangga dari hasil jerih payahnya.
Selain mereka ada beberapa etnis lain yang suka merantau di antaranya adalah suku Batak, Banjar, Bugis, atau Madura.
Budaya merantau mereka sudah ada sejak berabad-abad lalu. Sejumlah catatan menyebutkan orang Minang sudah ada di Semenanjung Malaya jauh sebelum kedatangan orang-orang kulit putih ke sana.
Bahkan catatan tentang orang Minang di wilayah yang kini Negeri Sembilan itu tercatat dalam naskah "The Minangkabau State in Malay Peninsula" yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Orang Minang mudah beradaptasi dengan suku bangsa  dimana pun mereka berada karena kemampuan berkomunikasi. Orang Minang juga memiliki budaya yang dinamis, mandiri, egaliter, dan merdeka.
Merantau mereka tidak diartikan sebagai politik dimana berekspansi, tetapi secara ekonomi, yaitu untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka juga mencari ilmu dan pekerjaan/jabatan.
Dan yang bikin kagum lainnya dari orang Minang ini adalah kendati mereka hidup di rantau, tak jarang mereka masih tetap memegang teguh adat istiadat tanah leluhur dan nenek moyang mereka.
Adat istiadat nantinya harus diwariskan kepada anak cucu dengan tujuan adat aduang puyang mereka tetap lestari.
Dengan jumlah populasi yang relatif kecil (2,8 persen populasi Indonesia), Minangkabau merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian.
Majalah Tempo tahun 2000 mencatat 3 dari 4 orang pendiri RI dan 6 dari 10 tokoh penting Indonesia abad ke 20 adalah orang Minang.
Siapa yang tak kenal dengan tokoh-tokoh ini, Muhammad Hatta, Hj Agus Salim, Muhammad Yamin, Muhammad Natsir, Tan Malaka, atau Sutan Sjahrir.
Selain menjadi pengusaha, di perantauan mereka juga ada yang jadi dosen, dokter, sastrawan, wartawan, dan sebagainya.
Diperkirakan 60 persen penduduk Negeri Sembilan Malaysia dan 40 persen penduduk Riau adalah orang-orang perantauan dari Minangkabau.
Bukan saja menyebar ke pulau-pulau di seluruh Indonesia, orang Minang juga merantau ke lima benua.
Bahkan jika Bulan pun ada kehidupan manusia, orang Minang mungkin sudah ada juga di sana.
Ada anekdot yang mengatakan ketika Neil Armstrong mendarat di Bulan 49 tahun lalu, dia sangat terkejut ternyata orang Minang sudah sampai di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H