Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Pernah Jadi Perokok

11 Agustus 2017   11:30 Diperbarui: 11 Agustus 2017   11:46 2620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SUMBER: sehatcenter.com

Sulit terdeteksi, minim gejala, tapi risiko kematian besar. Itulah kanker paru, penyebab kematian akibat kanker terbesar di dunia. Mengenali faktor risiko dan deteksi dini menjadi hal yang mendesak di tengah mahalnya pengobatan yang satu ini.

Lebih dari separuh orang yang memiliki kanker paru meninggal dalam kurun waktu satu tahun setelah diagnosis.

Studi yang dilakukan terhadap para penyandang kanker selama 38 tahun oleh National Cancer Institute di Amerika ini menunjukkan betapa harapan hidup untuk penderita kanker paru begitu rendah dibandingkan dengan kanker lain.

Menurut Dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), PhD, staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Respirasi FKUI, ini tak lepas dari karakteristik kanker paru yang khas.

"Kanker paru sulit ditemukan. Kalau sudah terdeteksi, pasien umumnya tidak tertolong. Belum lagi biaya pengobatan yang sangat mahal," ujar dokter yang bertumpu di RSUP Persahabatanini.

Dr. Elisna menambahkan bahwa perjalanan sel kanker paru cukup panjang. Jika kanker terdeteksi 1 centimeter saja dengan CT scan, itu berarti awal kanker sudah terbentuk 10 tahun sebelumnya.

Jika organ paru-paru kita dibuka dan direntangkan, maka luasnya akan sama dengan lapangan bola. Karena itu, wajar jika ada sel kanker 1 centimeter yang tidak bergejala khas, kecuali ia tumbuh tepat di saluran napas. Itulah sebabnya deteksi dini sangat penting.

Di Indonesia, problem dan tantangan kanker paru berbeda dari negara lain.

Dr. Niken Wastu Palupi, MKM, Kepala Sub-Direktorat Kanker, Kementerian Kesehatan RI, menguak bahwa selain kasus baru yang terus meningkat, pembiayaan juga semakin tinggi - kanker paru adalah pos pembiayaan tertinggi ketiga BPJS pada 2016.

"Ini yang membuat Kemenkes RI memutuskan untuk mengambil langkah-langkah intervensi, diantaranya dengan mengampanyekan pentingnya memelihara lingkungan sehat, menjalankan gaya hidup sehat, mengetahui faktor risiko, dan melakukan deteksi dini," papar Dr. Niken.

Sementara itu, untuk mereka yang sudah terdiagnosis, maka yang bisa dilakukan semaksimal mungkin adalah penatalaksanaan kasus, pencegahan komplikasi, rehabilitasi, dan menjalankan program paliatif agar kualitas hidup pasien dapat meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun